Trauma abdomen merupakan kasus gawat darurat yang perlu penanganan segera dikarenakan adanya ancaman kematian. Penanganan dari keadaan klien dengan trauma abdomen sebenarnya sama dengan prinsip penanganan kegawatdaruratan, dimana yang pertama perlu dilakukan primary survey.
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda vital dan mekanisme trauma pada penderita yang terluka parah terapi diberikan berdasarkan prioritas. Pengelolaan primary survery yang cepat dan kemudian resusitasi, secondary survey dan akhirnya terapi definitif. Proses ini merupakan ABC –nya trauma dan berusaha untuk mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan pada urutan berikut: Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervikal spine control), Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi control (ventilation control), Circulation dengan control perdarahan (bleeding control), Disability : status neurologis (tingkat kesadaran/GCS, Respon Pupil), Exposure/environmental control
Secondary survey dari kasus ini dilakukan kembali pengkajian secara head to toe, dan observasi hemodinamik klien setiap 15 – 30 menit bila stabil dan membaik bisa dilanjutkan dengan observasi setiap 1 jam sekali. Pemasangan cateter pada klien ini untuk menilai output cairan, terapi cairan yang diberikan dan tentu saja hal penting lainnya adalah untuk melihat adanya perdarahan pada urine.
Pasien dipuasakan dan dipasang NGT (Nasogastrik tube) utnuk membersihkan perdarahan saluran cerna, meminimalkan resiko mual dan aspirasi, serta bila tidak ada kontra indikasi dapat dilakukan lavage.
Monitoring status mental klien perlu dilakukan untuk menilai efektifitas terapi dan tindakan keperawatan yang dilakukan, bila tindakan yang dilakukan sudah cepat, tepat dan cermat maka ancaman kematian dan kecacatan pada pasien dengan trauma abdomen dapat dihindari.