Askep Ibu Post Partum
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Masa nifas atau
puerperium dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
kira-kira selama 6 minggu. Pada beberapa jam setelah bayi dilahirkan dan
plasenta di keluarkan adalah masa-masa perhatian dimana seorang ibu perlu
benar-benar dipantau keadaannya. Karena pada saat-saat itu bisa terjadi masalah
seperti adanya perdarahan dan juga infeksi akibat masuknya bakteri atau kuman
di tempat bekas jahitan akibat proses kelahiran.
1.2 Rumusan
Masalah
Bagaimana memberikan
Asuhan Keperawatan pada pasien post partum?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu
mengetahui Asuhan Keperawatan yang harus dilakukan pada ibu nifas dengan
perdarahan dan infeksi.
1.3.2 Tujuan khusus
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat
Teoritis
Dapat menambah
pengetahuan pembaca tentang bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada
ibu post partum.
1.4.2 Manfaat
Praktis
Mahasiswa dapat mengaplikasikan dan mempraktekan
asuhan keperawatanpada ibu nifas dengan perdarahan dan infeksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Masa nifas (puerperium)
adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Wanita yang melalui periode puerperium
disebut puerpura. (Nifas) berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan
waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal
(Ambarwati, 2009).
Selama masa pemulihan
tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan, baik secara fisik
maupu psikologis sebenarnya sebagian besar bersifat fisiologis, namun jika
tidakdilakukan pendampingan melalui asuhan kebidanan maka tidak menutup
kemungkinan akanterjadi keadaan patologis.
Masa ini merupakan masa
yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu melakukan pemantauan
karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami
berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas, seperti
sepsis puerperalis. Jika ditinjau dari penyebab kematian terbanyak para
ibu, infeksi merupakan penyebab kematian terbanyak nomor dua setelah perdarahan
sehingga sangat tepat jika para tenaga kesehatan memberikan perhatian yang
tinggi pada masa ini. Adanya permasalahan pada ibu akan berimbas juga kepada
kesejahteraan bayi yang dilahirkannya karena bayi tersebut tidakakan
mendapatkan perawatan maksimal dari ibunya. Dengan demikian, angka morbiditas
dan mortalitas bayi pun akan meningkat.
2.2 Tujuan
Asuhan Masa Nifas
Asuhan masa nifas
diperlukan dalam periode ini, karena merupakan masa kritis baik ibu maupun
bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah
persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Masa neonatus merupakan
masa kritis bagi kehidupan bayi, 2/3 kematian bayi terjadi dalam 4 minggu
setelah persalinan dan 60% kematian BBL terjadi dalam waktu 7 hari setelah
lahir. Dengan pemantauan melekat dan asuhan pada ibu dan bayi pada masa nifas
dapat mencegah beberapa kematian ini. Adapun tujuan Asuhan
masa nifas normal yaitu:
- Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal mengasuh anak
- Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologisnya
- Melaksanakan pemeriksaan yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati/merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya
- Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi dan perawatan bayi sehat
- Memberikan pelayanan keluarga berencana
2.3 Tahap Masa Nifas
Masa nifas dibagi
menjadi 3 tahap, yaitu puerperium dini, puerperium intermedial, dan
remote puerperium (Ambarwati, 2009).
a. Puerperium
dini
Puerperium dini
merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan. Dalam agama islam, dianggap bersih dan boleh bekerja
setelah 40 hari.
b.Puerperium
intermedial
Puerperium intermedial
merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia, yang lamanya sekitar
6-8 minggu
c.Remote puerperium
Remote puerperium
merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat
sempurna dapat berlangsung selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan.
2.4 Perubahan Masa
Nifas
Selama menjalani masa
nifas, ibu mengalami perubahan yang bersifat fisiologis yang meliputi perubahan
fisik dan psikologik, yaitu:
1.Perubahan
fisik
a. Involusi
Involusi adalah
perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan atau uterus dan jalan
lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil.
Proses involusi terjadi
karena adanya:
Autolysis yaitu
penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh karena adanya hiperplasi,
dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih panjang sepuluh kali dan menjadi
lima kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil akan susut kembali mencapai
keadaan semula. Penghancuran jaringan tersebut akan diserap oleh darah
kemudian dikeluarkan oleh ginjal yang menyebabkan ibu mengalami beser kencing
setelah melahirkan.
Aktifitas otot-otot
yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari otot-otot setelah anak lahir yang
diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena adanya pelepasan
plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak berguna. Karena
kontraksi dan retraksi menyebabkan terganggunya peredaran darah uterus yang
mengakibatkan jaringan otot kurang zat yang diperlukan sehingga ukuran jaringan
otot menjadi lebih kecil. Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang
menyebabkan atropi pada jaringan otot uterus. Involusi pada
alat kandungan meliputi:
- Uterus : Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras karena kontraksi dan retraksi otot-ototnya.
- Perubahan pembuluh darah rahim : Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak maka arteri harus mengecil lagi dalam masa nifas.
- Perubahan pada cervix dan vagina : Beberapa hari setelah persalinan ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari, pada akhir minggu pertama dapat dilalui oleh 1 jari saja. Karena hiperplasi ini dan karena aretraksi dari cervix, robekan cervix jadi sembuh. Vagina yang sangat diregang waktu persalinan, lambat laun mencapai ukuran yang normal. Pada minggu ke 3 post partum ruggae mulai nampak kembali.
2. Perubahan
Psikologi
Perubahan psikologi
masa nifas menurut Reva-Rubin terbagi menjadi dalam 3 tahap yaitu:
a. Periode
Taking In
Periode ini terjadi
setelah 1-2 hari dari persalinan. Dalam masa ini terjadi interaksi dan kontak
yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat dikatakan sebagai psikis
honey moon yang tidak memerlukan hal-hal yang romantis, masing-masing saling
memperhatikan bayinya dan menciptakan hubungan yang baru.
b.Periode
Taking Hold
Berlangsung pada hari
ke ± 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha bertanggung jawab terhadap
bayinya dengan berusaha untuk menguasai ketrampilan perawatan bayi. Pada
periode ini ibu berkosentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang
air kecil atau buang air besar.
c. Periode
Letting Go
Terjadi setelah ibu
pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil tanggung jawab terhadap bayi.
Sedangkan stres emosional pada ibu nifas kadang-kadang dikarenakan kekecewaan
yang berkaitan dengan mudah tersinggung dan terluka sehingga nafsu makan dan
pola tidur terganggu. Manifestasi ini disebut dengan post partum blues
dimana terjadi pada hari ke 3-5 post partum.
2.5 Komplikasi Masa
Nifas
2.5.1 Perdarahan
Per Vagina
- Hemoragi Post Partum Primer
Yaitu mencakup semua
kejadian perdarahan dalam 24 jam setelah kelahiran. Penyebab:
- Uterus atonik (terjadi karena misalnya: placenta atau selaput ketuban tertahan).
- Trauma genital (meliputi penyebab spontan dan trauma akibat penatalaksanaan atau gangguan, misalnya kelahiran yang menggunakan peralatan termasuk sectio caesaria, episiotomy).
- Koagulasi intravascular diseminata
- Inversi uterus.
- Hemoragi Post Partum Sekunder
Adalah mencakup semua
kejadian Hemoragi Post Partum yang terjadi antara 24 jam setalah kelahiran bayi
dan 6 minggu masa post partum. Penyebab:
- Fragmen placenta atau selaput ketuban tertahan
- Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet (dapat terjadi di serviks, vagina, kandung kemih, rectum)
- Terbukanya luka pada uterus (setelah sectio caesaria, rupture uterus).
2.5.2 Infeksi
Masa Nifas
Infeksi masa nifas atau
sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genetalia yang terjadi pada
setiap saat antara awitan pecah ketuban (rupture membrane) atau persalinan dan
42 hari setelah persalinan atau abortus dimana terdapat dua atau lebih dari
hal-hal berikut ini:
- Nyeri pelvic
- Demam 38,5˚C atau lebih
- Nyeri tekan di uterus
- Lokea berbau menyengat (busuk)
- Terjadi keterlambatan dalam penurunan ukuran uterus
- Pada laserasi/luka episiotomy terasa nyeri, bengkak, mengeluarkan cairan nanah.
Bakteri penyebab sepsis
puerperalis:
- Streptokokus
- Stafilokokus
- E. Coli
- Clostridium tetani
- Clostridium welchi
- Clamidia dan gonocokus
Faktor resiko pada
sepsis puerperalis:
- Anemia/kurang gizi
- Higiene yang buruk
- Teknik aseptic yang buruk
- Manipulasi yang sangat banyak pada jalan lahir
- Adanya jaringan mati pada jalan lahir (akibat kematian janin intra uteri, fragmen atau membran plasenta yang tertahan, pelepasan jaringan mati dari dinding vagina setelah persalinan macet).
- Insersi tangan, instrument, atau pembalut/tampon yang tidak steril (praktek tradisional juga harus diperiksa).
- Ketuban pecah lama
- Pemeriksaan vagina yang sering
- Kelahiran melalui SC dan tindakan operasi lainnya
- Laserasi vagina atau laserasi servik yang tidak diperbaiki
- PMS yang diderita
- Haemoragi post partum
- Tidak diimunisasi terhadap tetanus
- Diabetes mellitus
2.5.3 Kelainan Payudara
1. Bendungan
air susu
Selama 24 hingga 48 jam
pertama sesudah terlihatnya sekresi lacteal, payudara sering mengalami distensi
menjadi keras dan berbenjol-benjol. Keadaan ini yang disebut dengan bendungan
air susu atau “caked breast”, sering menyebabkan rasa nyeri yang cukup hebat
dan disertai dengan kenaikan suhu. Kelainan tersebut menggambarkan aliran darah
normal yang berlebihan dan penggembungan limfatik dalam payudara, yang
merupakan prekusor regular untuk terjadinya laktasi. Keadaan ini bukan
merupakan overdestensi system lacteal oleh air susu.
Demam nifas akibat
distensi payudara sering terjadi. Roser (1996) mengamati bahwa 18% wanita
normal akan mengalami demam post partum akibat bendungan air susu. Lamanya
panas berkisar dari 4 hingga 16 jam dan suhu tubuhnya berkisar antara 38-39˚C.
ditegaskan bahwa penyebab panas yang lain, khususnya panas yang disebabkan oleh
infeksi harus disingkirkan terlebih dahulu.
2. Mastitis
Inflamasi
parenkimatosis glandula mammae merupakan komplikasi ante partum yang jarang
terjadi tetapi kadang-kadang dijumpai dalam masa nifas dan laktasi.
Gejala mastitis
supuratif jarang terlihat sebelum akhir minggu pertama masa nifas dan umumnya
baru ditemukan setelah minggu ketiga atau ke empat. Bendungan yang mencolok
biasanya mendahului inflamasi dengan keluhan pertamanya berupa menggigil atau
gejala rigor yang sebenarnya, yang segera di ikuti oleh kenaikan suhu tubuh dan
peningkatan frekuensi denyut nadi. Payudara kemudian menjadi keras serta
kemerahan, dan pasien mengeluhkan rasa nyeri.
2.6 Hal
Yang Perlu Diperhatikan
1. Asepsis
Setelah bahaya pertama
hemoragi telah lewat, bahaya kedua adalah infeksi. Sepsis purpural, disebut
“child bed fever”. Hal ini masih merupakan suatu ancaman bagi wanita post
partum. Cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi adalah rumah sakit
mempertahankan fasilitas dan peralatan yang bersih, perawatan melakukan teknik
aseptic, dan ibu belajar kebersihan diri yang baik, terutama teknik mencuci
tangan. Perlawanan terhadap
infeksi adalah upaya berkelanjutan yang membutuhkan partisipasi semua personil
rumah sakit. Perabot, lantai, instrument, dan alat-alat tenun harus bebas dari
pathogen. Makanan, minuman, dan obat-obatan harus asli, sampah-sampah harus
dibuang dengan teknik yang tepat.
Sumber infeksi terbesar
bagi ibu postpartum adalah staf, terutama tangan, hidung, dan mulut mereka.
Pada saat bersalin dikenakan gaun dan sarung tangan steril. Masker wajah
membantu mencegah organisme di udara menginfeksi jalan lahir ibu. Setelah itu,
perawat harus terus menerus mencuci tangannya setelah memberikan asuhan pada
setiap pasien. Karena perhatian terakhir terhadap penyebaran sekresi pathogen,
perawat harus melindungi diri sendiri dari sekresi tubuh sebagaimana mencegah
kontaminasi silang antar pasien.
2. Kebersihan
diri
Kebersihan diri ibu
membantu mengurangi sumber infeksi dan meningkatkan perasaan kesejahteraan
mereka. Segera setelah mereka cukup kuat untuk berjalan, bantu ibu untuk mandi.
Instruksikan panya untuk mencuci putting susunya pertama kali, kemudian tubuh,
dan terakhir perineum. Sediakan pakaian dan pembalut yang bersih.
3. Perawatan
perineal
Perawatan khusus
perineal bagi wanita setelah melahirkan anak mengurangi rasa ketidaknyamanan,
keberhasilan, mencegah infeksi, dan meningkatkan penyembuhan. Walaupun
prosedurnya bervariasi dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya,
prinsip-prinsip dasarnya adalah universal, sebagai berikut :
a. Mencegah
kontaminasi dari rectum
b. Menangani
dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma dan
c. Bersihkan
semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau.
Dengan menerapakan
prinsip-prinsip ini prosedur yang disarankan berikut. Perawat mengajarkan untuk
:
- Mencuci tangan.
- Mengisi botol plastic dengan yang dimiliki dengan air hangat.
- Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan kebawah mengarah ke rectum dan letakkan pembalut ke dalam kantung plastic.
- Berkemih dan BAB ke toilet.
- Semprotkan ke seluruh perineum dengan air.
- Keringkan perineum dengan menggunakan tissue dari depan ke belakang.
- Pasang pembalut dari depan ke belakang.
- Cuci tangan dengan air mengalir.
- Perawat menggunakan sarung tangan ketika melakukan perawatan perineal pada ibu.
4. Mandi
berendam
Mandi berendam biasanya
sangat berguna karena kehangatan tidak hanya meningkatkan sirkulasi untuk
meningkatkan penyembuhan tetapi juga melepaskan jaringan untuk meningkatkan
rasa nyaman dan menurunkan edema. Mandi berendam mungkin dilakukan dalam bak
mandi, kursi yang dibentuk dengan khusus, atau unit disposable yang didekatkan
disebelah toilet. Perawat harus memastikan suhu air sehuingga membuat rasa nyaman
yaitu sekirtar 105⁰ F
(40,5⁰ C) dan bahwa
pasien telah memiliki lonceng didekatnya. Beberapa peniliti menganjurkan bahwa
mandi berendam dengan air dingin jauh lebih efektif daripaada mandi berendam
dengan air hangat. Berikan dorongan pada psien untuk melakukan mandi berendam
tiga sampai empat kali sehari selama 20 menit.
5. Penghangatan
kering
Penghangatan kering
dari cahaya lampu kadang – kadang digunakan untuk meningkatakan penyembuhan
perineal. Perineum harus dibersihkan terlebih dahulu untuk membuang sekresi.
Pasien berbaring terlentang dengan lutut fleksi dan direnggangkan, dan lampu
diletakkan 20 inci dari perineum. Penghangatan dengan cahaya lampu biasanya
dilakukan 3 kali sehari selama 20 menit.
6. Anestetik
topical
Anestetik topical
seperti dermoplast aerosol spray atau nupercainal ointment mungkin digunakan
untuk menghilangkan rasa sakit pada perineum. Pasien dianjurkan untuk
mengoleskan obat setelah ia melakukan mandi berendam atau operawatan perineum.
Untuk menghindari terbakarnya jaringan, anjurkan pasien untuk tidak
menggunakannya sebelum ia melakukan penghangatan dengan cahaya lampu.
7. Perawatan
hemoroid
Beberapa ibu mengalami nyeri hemoroid setelah melahirkan. Tindakan yang dapat
membantu menurunkan nyeri tersebut termasuk mandi berendam, salep anestetik,
supositoria rectal, dan pembalut hazel. Pasien mungkin dianjurkan untuk
memeasukkan hemoroid yang terdapat diluar rectum kedalam rectum dengan
menggunakan jari tangan yang bersarung. Mereka mungkin akan menemukan bahwa hal
tersebut sangat membantu untuk mempertahankan posisi berbaring miring atau
telentang dan menghindari duduk lama. Berikan dorongan pada pasien untuk
mempertahankan asupan cairan yang adekuat dan menggunakan pelunak feses untuk
lebih memberikan rasa nyaman ketika terjadi gerakan usus. Hemoroid biasanya
akan menghilang dalam beberapa minggu bila pasien tidak mengalaminyasebelum
kehamilan.
8. Eliminasi
Kebanyakan pasien dapat berkemih secara spontan dalam 8 jam setelah melahirkan.
Selama kehamilan terjadi peningkatan cairan ekstraseluler 50%. Setelah
melahirkan cairan ini dieliminasi sebagai urin. Mungkin terdapat aseton dalam
urin pada pasien yang mengalami persalinan lama atau mereka yang mengalami
dehidrasi. Ketika laktasi dimulai, mungkin terdapat lactose dalam urin.
Buang Air Besar (BAB) biasanya tertunda selama 2 sampai 3 hari setelah
melahirkan karena enema prepersalinan, diit cairan, obat-obatan analgesic
selama persalinan, dan perineum yang sangat sakit. Melakukan kembali kegiatan
makan dan ambulasi secara teratur biasanya cukup membantu untuk mencapai
regulasi BAB. Asupan cairan yang adekuat dan diet tinggi serat sangat
dianjurkan. Bagi ibu menyusui, pelunak feses seperti dokusat atau laksatif bulk
yang beraksi local pada usus lebih disukai daripada makanan laksatif.
9. Involusi
uterus
Segera setelah
melahirkan ukuran dan konsistensi uterus kira-kira seperti buah melon kecil dan
fundusnya terletak tepat dibawah umbilicus. Setelah itu tinggi fundus berkurang
1 sampai 2 cm setiap hari sampai akhir minggu pertama, saat tinggi fundus
sejajar dengan tulang pubis. Sampai minggu keenam normalnya uterus kembali
kebentuknya ketika tidak hamil, yaitu organ kecil berbentuk buah pir yang
terdapat dalam pelvic. Tonus otot uterus dipelihara oleh control persarafan dan
dapat dirangsang dengan masase atau rangsangan puting. Servik mencapai ukuran
semula dalam seminggu setelah melahirkan dan sampai minggu keenam telah sembuh
dan terlihat seperti crosswise slit pada multipara. Involusi uterus menjadi
lambat bila uterus terinfeksi.
10. Lokea
Lokea adalah keluaran
dari uterus setelah melahirkan. Terdiri dari darah, sel-sel tua, dan bakteri.
Lokea pertama kemerahan dan mungkin mengandung bekuan. Jumlah dan karakternya
berubah dari hari ke hari. Pada awalnya jumlah lokea sangat banyak, kemudian
sedang, dan biasanya berhenti dalam 2 minggu. Warna digambarkan dengan bahasa
latin rubra untuk merah segar, serosa untuk serum kecoklatan, dan alba untuk
kuning keputihan. Keluaran keseluruhan setelah melahirkan adalah 400 sampai
1200 mI. normalnya lokea memiliki bau apak. Bau yang amis atau busuk menandakan
terjadinya infeksi. Periode menstruasi biasanya mulai kembali sekitar 6 sampai
8 minggu setelah melahirkan untuk ibu tidak menyusui dan 3 bulan atau lebih
setelah melahirkan untuk ibu menyusui. Menstruasi pertama mungkin lebih sedikit
ketimbang menstruasi selanjutnya.
11. Episiotomy
Perawat melakukan
inspeksi tanda-tanda infeksi dan bukkti-bukti penyembuhan pada episotomi paling
tidak setiap 8 jam. Kecepatan penyembuhan tergantung pada letak dan kedalaman
insisi. Kebanyakan episiotomy sembuh sebelum minggu keenam postpartum. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian perawatan perineum, mandi
berendam, penghangatan dengan cahaya lampu, dan obat-obatan topical
meningkatkan penyembuhan dan mengurangi ketidaknyamanan luka episiotomy.
12. Afterpain
Afterpain adalah rasa
sakit saat kontraksi yang dialami oleh ibu multipara selama 3 sampai 4 hari
pertama postpartum. Nyeri ini tidak biasa terjadi pada kehamilan pertama,
tetapi dengan kehamilan berikutnya rasa sakit tersebut menjadi lebih berat.
Karena menyusui merangsang kontraksi uterus, maka afterpain umum terjadi saat
ibu menyusui bayinya. Obat analgesic memberikan sedikit bantuan penurunan rasa
nyeri.
13. Payudara
Selama 9 bulan
kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan menyiapkan fungsinya untuk menyediakan
makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan, ketika hormon yang dihasilkan
plasenta tidak lagi ada untuk menghambatnya, kelenjar pituitary mengeluarkan
prolaktin (hormon laktogenink). Sampai hari ketiga setelah melahirkan,
terbukti adanya efek prolaktin pada payudara. Pembuluh dalam payudara menjadi
bengkak terisi darah, menyebabkan hangat, bengkak, dan rasa sakit. Sel-sel yang
menghasilkan ASI mulai berfungsi, dan ASI mulai mencapai putting melalui
saluran susu, menggantikan kolustrum yang telah mendahuluinya. Kemudian laktasi
dimulai.
Ketika laktasi menghisap putting, refleks saraf merangsang lobus posterior
kelenjar pituitari untuk mensekresi hormon oksitosin. Oksitosin merangsang
refleks letdown (mengalirkan), menyebabkan ejeksi ASI dari sinusis laktiferus
payudara ke duktus yang terdapat pada putting. (oksitosin juga merangsang
kontraksi, mempercepat involusi uteri dan menyebabkan afterpain). Ketika ASI
dialirkan karena isapan bayi atau dengan memompa, sel-sel laktasi terangsang untuk
menghasilkan ASIlebih banyak. Proses ini dapat berlanjut sampai berbulan-bulan
bahkan tahunan. Bila ASI tetap berada dalam duktus, menyebabkan tekanan balik
meningkat , maka hanya sedikit ASI yang terbentuk, dan pada akhirnya tidak
terdapat sama sekali. Hal ini merupakan penjelasan bagaimana “ drying up”
(tidak terdapat lagi ASI dalam payudara) terjadi secara alamiah.
Bila untuk berbagai alasan, ibu memutuskan untuk tidak menyusui bayinya,
berbagai obat mungkin diberikan untuk menghambat pembentukan prolaktin. Obat
tersebut diberikan selama jam pertama setelah melahirkan sebelum masa laktasi
dimulai. Obat-obatan tersebut diantaranya adalah bromokriptin (parlodel),
agonist dopamine, dan enantat testosterone (deladumone), hormone. Obat ini
tidak lagi memberikan efek bila laktasi telah dimulai.
Ibu tak menyusui. Bahkan sekalipun diberikan obat-obatan penghambat
laktasi, pembengkakan payudara terjadi dalam derajat tertentu. Penggunaan
kutang yang dapat menyangga payudara dengan baik sangat dianjurkan. Dapat
dilakukan kompres es tetapi secara periodic harus dihentikan untuk memungkinkan
terjadinya fungsi refleks saraf dan aliran darah diantara kulit. Mungkin juga
diresepkan obat-obatan analgesic untuk mengurangi rasa tidak nyaman.
Ibu Menyusui. Bagi ibu yang menyusui bayinya, perawatan putting susu
merupakan suatu hal amat penting. Payudara harus dibersihkan dengan teliti
setiap hari selama mandi dan sekali lagi ketika hendak menyusui. Hal ini akan
mengangkat kolustrum yang kering atau sisa susu dan membantu mencegah akumulasi
dan masuknya bakteri baik ke putting maupun ke mulut bayi. Salep atau krim
khusus dapat digunakan untuk mencegah pecah-pecah pada puting.
Bila puting menjadi pecah-pecah , proses menyusui ditangguhkan sampai putting
tersebut sembuh. ASI dikeluarkan secara manual atau menggunakan pompa ASI
elektrik, disimpan dan kemudian diberikan pada bayi. Terus menyusui dengan
putting pecah-pecah dan perdarahan dapat mengarah pada mastitis, ibu dari
premature mungkin harus mengeluarkan ASI-nya sampai bayi mereka cukup kuat
uuntuk menyusu.
Teknik menyusui. Perawat mempunyai pengaruh yang besar pada pengalaman menyusui
dari ibu-ibu baru. Sara-saran berikut untuk para perawat yang merawat ibu baru
dan bayinya dikutip dari ocasio dan strokamer (1982) dan velasquez (1984).
- Bentuk hubungan dengan ibu, berikan dukungan dengan cara yang tidak memberikan suatu penilaian tertentu, dan jawab pertanyaan yang diajukannya.
- Kaji keadaan payudara, areola, dan putingnya. Tangani bagian yang keras dengan lap hangat dan lakukan masase. Paparkan putting yang terasa sakit diudara terbuka, oleslan krim, dan kurangi waktu menyusui
- Berikan dorongan pada ibu untuk mengenakan kutang yang pas dan menyangga payudara dengan baik.
- Ajarkan ibu untuk masase payudara dari dinding dada mengarah ke areola, hal ini mempermudah gerakan ASI dan/atau kolustrum dari kelenjar penghasil ASI ke sinus-sinus pengumpul di bawah areola.
- Jelaskan pentingnya suasana relaks ketika menyusui. Bantu ibu untuk menentukan posisi yang nyaman, duduk dengan sandaran yang baik, tanpa gangguan, di tempat yang tenang dan hangat.
- Bantu ibu untuk memberikan posisi pada bayinya denhgan kontak kulit. Keluarkan sedikit ASI atau kolustrumuntuk merangsang bayi dalam menyusudan pandu putting memasuki mulut bayi. Untuk mendapatkan posisi yang tepat, keseluruhan aerola harus berada dalam mulut bayi. Berikan dorongan pada ibu.
- Ajarkan ibu untuk memberikan respon terhadap petunjuk dari bayi mereka dan tukar payudara ketika bayi sudah memperlihatkan agitasi. Akhiri menyusui bila bayi tertidur atau melepaskan putting.
- Jelaskan bagaimana cara melepaskan mulut bayi dari putting tanpa menyebabkan kerusakan pada putting. Ibu memeasukkan jari kelingkingnya kedalam mulut bayi untuk menghentikan penghisapan dan dengan lembut menariknya keluar.
- Ingatkan ibu untuk menyendawakan bayinya dengan posisi kepala bayi terangkat setelah menyusu, tepuk-tepuk punggung bayi.
- Karena payudara harus dirangsang dengan teratur, kedua payudara harus digunakan bila menyusui sampai ASI keluar dengan jumlah yang diinginkan. Memberikan ASI hanya sesuai kebutuhan bayi, setiap 2 sampai 3 jam, selama bayi ingin menyusu. Dukungan dan pemberian semangat. Bukan merupakan hal yang aneh bagi ibu yang pertama kali menyusui bayinya merasa tidak bersemangat. Payudaranya sangat sakit dan bengkak, dan bayinya belum mengetahui bagaimana cara menghisap. Pada awalnya belum terdapat ASI, hanya kolustrum. Dan semakin lama terlalu banyak ASI. Tambahan pula kram uterus yang menyakitikan terjadi setiap kali bayi menyusu. Perawat dapat melakukan banyak hal untuk membantu ibu memangku bayinya dengan tepat. Mereka dapat menjelaskan bahwa payudara yang bengkak akan menghilang secara bertahap dan suplai ASI akan sesuai dengan napsumakan bayi. Perawat dapat menolong ibu relaks dan menikmati saat-saat mendorong bayinya.
14. Aktivitas
dan istirahat
Sebagian beasar pasien dapat melakukan ambulasi segera setelah efek obat-obatan
yang diberikan saat melahirkan telah hilang. Aktivitas tersebut amat berguna
bagi semua system tubuh, terutama fungsi usus, kandung kemih, sirkulasi, dan
paru-paru. Hal tersebut juga membantu mencegah pembentukan bekuan (thrombosis)
pada pembuluh tungkai dan membantu kemajuan ibu dari ketergantunagn peran sakit
menjadi sehat dan tidak tergantung. Demikian juga, ibu membutuhkan penyembuhan
dari persalinan mereka daan untuk memungkinkan tubuhnya menjadi sembuh. Oleh
karenanya, mereka didorong untuk melakukan aktivitas secara bertahap,
memberikan jarak antara aktivitas mereka, dan untuk istirahat sebelum mereka
menjadi keletihan.
15. Latihan
peregangan otot-otot
Ketika kekuatan mereka telah kembali, setelah awal periode penyesuaian terhadap
melahirkan anak, pasien dapat memulai latihan peregangan otot dasarr pelvic dan
otot-otot abdomen. Latihan kegel’s, disarankan pada ibu selama perawatan
prenatal. Segera setelah merasa nyaman, dorong ibu untuk melakukan latihan ini,
demikian pula, mereka dapat memulai latiahn otot-otot abdomen ketika bila
kekuatannya telah kembali. Pasien harus ingat bahwa selama 5 sampai 6 bulan
otot-otot mereka mengalami relaksasi dan hal tersebut membutuhkan waktu
berbulan-bulan untuk mencapai tonus sebelumnya.
16. Makanan
dan minuman
Ibu baru membutuhkan diet seimbang yang baik. Pedoman umum yang baik untuk diet
termasuk dua sampai empat porsi setiap hari dari empat kelompok makanan dasar,
makan harian, daging dan makanan yang mengandung protein, buah dan sayuran,
roti dan biji-bijian. Ibu menyusui butuh protein, mineral, dan cairan ekstra.
Mereka bisa mendapatkan semuanya dengan menambahkan 4 sampai 6 cangkir susu
rendah lemak dalam dietnya setiap hari. Tambahan mineral dan multivitamin
mungkin juga diresepkan.
17. Kulit
Striae yang diakibatkan karena regangan kulit abdomen mungkin akan tetap
bertahan lama setelah kelahiran, tetapi akan menghilang menjadi bayangan yang
lebih terang. Bila terdapat linea nigra atau topeng kehamilan (khloasma),
biasanya akan memutih dan kelamaan akan menghilang.
18. Pencegahan
sensitifitas factor-Rh
Sebagai bagian perawatan antepartum, dilakukan pemeriksaan golongan darah ABO
dan factor Rh. Bila ibu memiliki Rhₒ(D) (seperti RhoGAM) diberikan pada minggu
ke 28 perinatal dan diberikan kembali dalam 72 jam setelah melahirkan, insiden
isoimunisasi dapat diturunkan secara signifikan.
Bila pasien tidak mendapatkan perawatan antepartuum, pemeriksaan golongan darah
dilakukan pada saat masuk ke rumah sakit. Ia dipertimbangkan sebagai calon
terhadap RhoGAM bila (1) Rh-nya negative, (2) bayinya Rh-positif seperti
ditunjukkan dari hasil pemeriksaan darah tali pusat, dan (3) bayi memberikan
reaksi negative pada test Coomb, yang menandakan bahwa ibu kemungkinan belum
membentuk factor Rh.
Bila diputuskan bahwa ibu merupakan calon RhoGam, (1) ia harus menandatangani
informed consent, (2) dipesankan RhoGam dari laboratorium, (3) dilakukan test
kompattibilitas, dan (4) RhoGam dikirimkan ke unit postpartum untuk diberikan.
Dalam memberikan RhoGam, perawat harus mengikuti beberapa hal penting seperti
halnya pada pemberian darah lengkap. Dua orang perawat memeriksa ulang nama
pasien dan nomor identitas pada vial RhoGam mencocokkannya dengan kertas dari
laboratorium. RhoGam disuntikkan secara intramuscular, biasanya ke dalam
bokong. Jarang terjadi reaksi, tetapi tempat suntikan diperiksa untuk melihat adanya
tanda-tanda inflamasi local, tanda-tanda vital diperiksa paling tidak dua kali
selama periode 4 jam berikutnya.
19. Hubungan
seksual
Hubungan seksual dapat dilakukan dengan aman ketika luka episiotomy telah
sembuh dan keluaran lokea telah terhenti. Karena tingkat estrogen yang rendah
dalam seminggu setelah melahirkan, sel-sel pensekresi dalam vagina mungkin hanya
membentuk sedikit pelumas alamiah. Oleh karenanya, penggunaan lubrikan dapat
sangat membantu. Beberapa wanita mengalami “let-down” ASI sebagai respon
terhadap orgame seksual. Mereka juga mungkin merasakan rangsangan seksual pada
saat menyusui. Respons fisiologis ini dapat menekan pasien kecuali mereka
memahami bahwa hal tersebut adalah normal.
20. Menstruasi
dan ovulasi
Pada ibu tak menyusui, menstruasi mulai pada minggu ke 6 sampai ke 8 setelah
melahirkan. Ovulasi mungkin saja terjadi pada saat itu. Oleh karenanya mungkin
saja terjadi konsepsi. Pada ibu menyusui mungkin belum akan mendapat menstruasi
sampai 3 bulan atau lebih setelah melahirkan. Pembentukan prolaktin yang
berlanjut dapat menghambat pelepasan follicle stimulating hormone (FSH) dari
kelenjar pituitary dan memperlambat ovulasi. Namun demikian, FSH mungkin tidak
dihambat dan ovulasi dapat terjadi. Untuk alasan ini, menyusui bukan merupakan
kontrasepsi yang dapat diandalkan. Bila abstinence tidak memungkinkan dan
kehamilan lainnya merupakan hal yang tidak diinginkan, salah satu jenis
kontrasepsi harus digunakan.
21. Emosi
Respons emosi pada wanita terhadap kehamilan, persalinan, dan purpurium telah
didiskusikan pada Bab 4. Seperti yang telah dijelaskan, ketika saat-saat
kelahiran telah dekat, wanita mengalami peningkatan kegembiraan, mencapai
klimaks dengan kelahira bayi. Seringkali emosi yang tiinggi menurun dengan
cepat setelah kelahiran. Tingkat esterogen dan progesterone dalam tubuh turun.
Pasien keletihan karena persalinan, dan mereka mengalami nyeri perineum,
pembengkakan payudara, dan afterpain. Mereka merasa sangat tertekan dan mungkin
menangis untuk hal-hal yang mereka tidak pahami. Depresi ini disebut postpartum
blues.
Perawat menenangkan ibu dengan menjelaskan penyebab fisik dari depresi
postpartum. Mereka meyakinkan ibu bahwa depresi seperti itu adalah hal yang
umum dan segera akan menghilang, sama seperti halnya rasa tidak nyaman lainnya
pada melahirkan. Perasaan bahagia dan harapan mereka akan kembali seperti
sebelum melahirkan.
22. Parenting
Pengkajian awal tentang interaksi antara orang tua dan bayinya ditegakkan
diruang persalinan. Proses penegasan ini disebut bonding, terjadi saat ibu dan
ayah menerima dan mengenali bayinya. Reaksi yang sangat positif termasuk berbicara
pada bayi, tersenyum, memeluk, meneliti, dan memberikan tanda positif tentang
bayinya. Reaksi yang sangat negative termasuk sedikit melihat dan menggendong
bayi, menjadi apatis, dan memberikan tanda tidak baik pada bayinya. Bila orang
tua merasakan positif pada bayinya, sepertinya mereka akan lebih banyak
mendapat keterampilan dalam perawatan anak dan sedikit kemungkinan untuk
memperlakukan anak dengan salah atau melalaikan bayi di saat mendatang.
Menurut beberapa peneliti, menerima peran sebagai orang tua adalah suatu proses yang terjadi dalam tiga tahap : (1) ketergantungan, (2) ketergantungan-ketidaktergantungan, dan (3) saling ketergantungan.
Menurut beberapa peneliti, menerima peran sebagai orang tua adalah suatu proses yang terjadi dalam tiga tahap : (1) ketergantungan, (2) ketergantungan-ketidaktergantungan, dan (3) saling ketergantungan.
Tahap
1: ketergantungan. Bagi beberapa ibu baru tahap ini terjadi pada hari ke-1
dan ke-2 setelah melahirkan. Rubin (1961) menjelaskan bahwa hari tersebut
merupakan fase “taking-in” (menerima), waktu dimana ibu membutuhkan
perlindungan dan pelayanan. Ia memfokuskan energinya pada bayinya yang baru. Ia
mungkin selalu membicarakan pengalaman melahirkannya berulan-ulang, “taking-in”
merupakan fakta bagi perannya yang baru. Preokupasi ini mempersempit
persepsinya dan mengurangi kemampuannya untuk berkonsentrasi pada informasi
baru. Perawat mungkin harus mengulang-ulang instruksi yang berikan pada tahap
ini.
Tahap 2: Ketergantungan-ketidaktergantungan. Tahap kedua mulai pda sekitar
hari keyiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu ke-4 sampai ke-5. Rubin
menyebutnya sebagai fase ‘takinghold’. Sampai hari ketiga ibu siap untuk
menerima peran barunya dan belajar tentang semua hal-hal baru. Namun demikian,
tubuhnya mengalami perubahan yang sangat signifikan. Sebagai akibat pengaruh
hormonal yang sangat kuat, keluarlah ASI. Uterus dan perineum terus dalam
proses penyembuhan. Pasien menjadi keletihan. Ketika ia kembali ke rumah, ia
mungkin merasakannya lebih buruk lagi. Selama fase ini system pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu muda yang
membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan fisik sehingga ia dapat istirahat
dengan baik. Mekanisme pertahanan diri pasien merupakan sumber penting selama
fase ini karena postpartum blues merupakan hal yang biasa terjadi. Layanan
kunjungan rumah oleh perawat sangat dianjurkan, terutama bagi ibu muda.
Tahap
3: saling ketergantungan. Dimulai sekitar minggu ke-5 sampai ke-6
setelah kelahiran, system keluarga telah menyesuaikan diri dengan anggotanya
yang baru. Tubuh pasien telah sembuh, perasaan rutinnya telah kembali, dan
kegiatan hubungan seksualnya telah dilakukan kembali. Keluarga besar (extended
family) dan teman-teman, walaupun sangat membantu sebagai sistem yang
memberikan dukungan pada awalnya, tidak lagi turut campur dalam interaksi
keluarga, dan kegiatan sehari-hari telah kembali dilakukan. Secara fisik ibu
mamp[u menerima tanggung jawab normal dan tidak lagi menerima “peran sakit”.
Tahap saling ketergantungan ini berlanjut terus sampai terganggu oleh periode
ketergantungan lain.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Bila ibu telah dirawat
diruang pemulihan postpartum selama persalinan kala IV, ia dapat dipindahkan ke
unit perawatan postpartum bila kondisinya telah stabil.
Pengkajian awal
meliputi pelaporan pada perawat penerima. Catatan pasien ditinjau kembali untuk
mendapatkan informasi dari catatan prenatal dan persalinan yang akan
mempengaruhi perawatan selanjutnya. Catatan prenatal mengingatkan tim pemberi
asuhan tentang kemungkinan kebutuhan pasien untuk vaksinasi rubella atau
perlindungan terhadap Rh isoimunisasi. Pemeriksaan darah pusat janin
memperjelas kebutuhan akan immunoglobulin Rhₒ (D).
Perawat mewawancarai
pasien secara tidak formal untuk menentukan status emosional, tingkat energy,
letak dan derajat ketidaknyamanan, lapar, haus, pengetahuannya terhadap
perawatan diri dan perawatan bayi, dan apakah ia akan menyusui bayinya atau
memberikan susu botol. Factor-faktor etik dan kebudayaan seperti bahasa atau
variasi diet dikaji karena mempengaruhi perawatan dan pemulihan. Pengkajian tanda-tanda
vital, fundus, lokea, kandung kemih, asupan atau haluaran, perineum dan
episiotomy, payudara, eliminasi, dan status emosional dibuat pada saat ini.
Kecuali bila berkembang masalah, pemeriksaan labnoratorium jarang diresepkan.
Pengkajian dilanjutkan setiap 4 sampai 8 jam sampai pemulangan.
3.2 Diagnosa
keperawatan
Diagnosa keperawatan
yang khas bagi pasien pada tahap pemulihan post partum adalah :
- Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan penyembuhan jaringan belum terjadi dan involusi uteri.
- Potensial kurangnya perawatan diri.
- Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan afterpain, episiotomy yang belum sembuh, dan pembengkakan payudara.
- Gangguan eliminasi usus atau kandung kemih sehubungan dengan ketidaknyamanan post partum.
- Gangguan tidur sehubungan dengan ketidaknyamanan dan jadwal nyaman makan bayi.
- Potensial pecahnya putting susu dan mastitis sehunbungan dengan kegiatan menyusui.
- Gangguan aktivitas sehubungan dengan episiotomy dan afterpain.
- Potensial thrombosis sehubungan dengan hemostasis.
- Potensial kurangnya pengetahuan mengenai susu, hubungan seksual, kontrasepsi, dan penggunaan sumber-sumber komunitas.
- Depresi sehubungan dengan tingkat hormone, tidak nyaman, dan syok post traumatic.
3.3 Pelaksanaan
Langkah ini merupakan
pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan pada klien dan keluarga. Mengarahkan atau
melaksanakan rencana asuhan secara efisien dan aman.
A. Mengobservasi
meliputi
- Keadaan umum
- Kesadaran
- Tanda-tanda vital dengan mengukur (tekanan darah, suhu, nadi, respirasi).
- Tinggi fundus uteri, kontraksi uterus
- Menganjurkan ibu untuk segera berkemih karena apabila kandung kencing penuh akan menghambat proses involusi uteres.
- Menganjurkan pada ibu untuk mobilisasi dini untuk memperlancar pengeluaran lochea, memperlancar peredaran darah.
B. Kebersihan
Diri
- Menjaga kebersihan seluruh tubuh terutama daerah genetalia.
- Mengganti pembalut minimal dua kali sehari atau setiap kali selesai BAK.
C. Istirahat
- Memberi saran pada ibu untuk cukup tidur siang agar tidur siang agar tidak terlalu lelah.
- Memberi pengertian pada ibu, apabila kurang istirahat dapat menyebabkan produksi ASI berkurang, proses invousi berjalan lambat sehingga dapat menyebabkan perdarahan.
- Menganjurkan pada ibu untuk kembali mengerjakan pekerjaan sehari-hari.
D. Gizi
- Mengkonsumsi makanan yang bergizi, bermutu dan cukup kalori, sebaiknya ibu makan makanan yang mengandung protein, vitamin dan mineral.
- Minum sedikitnya 3 liter air sehari atau segelas sehabis menyusui.
- Minum tablet Fe/zat besi selama 40 hari pasca persalinan.
- Minum vitamin A (200.000 unit) agar dapat memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI.
E. Perawatan
Payudara
- Menjaga kebersihan payudara
- Memberi ASI eksklusif sampai bayi umur 6 bulan.
F. Hubungan
Seksual
Memberi pengertian
hubungan seksual kapan boleh dilakukan.
G. Keluarga
Berencana
Menganjurkan pada ibu
untuk segera mengikuti KB setelah masa nifas terlewati sesuai dengan
keinginannya.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Masa nifas (puerperium)
adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Wanita yang melalui periode puerperium
disebut puerpura. (Nifas) berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan
waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal
(Ambarwati, 2009).
Masa nifas dibagi
menjadi 3 tahap, yaitu puerperium dini, puerperium intermedial, dan
remote puerperium (Ambarwati, 2009).
- Puerperium dini
- Puerperium intermedial
- Remote puerperium
4.2 Saran
Dengan adanya makalah
ini kami sebagai penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat
menambah wawasan bagi pembaca khususnya untuk lebih meningkatkan pengetahuan
SDM terhadap masalah keperawatan pada ibu hamil.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Any Retna
dan Diah Wulandari. 2009. Asuhan Kebidanan NIFAS.Jogjakarta: MITRA
CENDIKIA Press
Hamilton, Persis Mary.
1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas Edisi 6. Jakarta: EGC
Suherni, dkk. 2009 . Perawatan
Masa Nifas. Jogjakarta: Fitramaya