Showing posts with label penyakit jantung. Show all posts
Showing posts with label penyakit jantung. Show all posts

asuhan keperawatan rheumatic heart disease

ASKEP REUMATOID HEART DISEASE (RHD)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN REUMATOID HEART DISEASE ( RHD )

A.    KONSEP DASAR PENYAKIT

1) Pengertian RHD
Rematoid heart disease ( RHD ) merupakan penyebab terpenting dari penyakit jantung yang didapat,baik pada anak maupun pada dewasa. Rematoid fever adalah peradangan akut yang sering diawali oleh peradangan pada farings. Sedangkan RHD adalah penyakit berulang dan kronis. Pada umumnya seseorang menderita penyakit rematoid fever akut kira-kira dua minggu sebelumnya pernah menderita radang tenggorokan.

Reumatoid heart disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 1993).RHD adalah suatu penyakit peradangan autoimun yang mengenai jaringan konektif seperti pada jantung,tulang, jaringan subcutan pembuluh darah dan pada sistem pernapasan yang diakibatkan oleh infeksi streptococcus hemolitic-b grup A.

2)  Epidemiologi / Insiden Kasus
RHD terdapat diseluruh dunia. Lebih dari 100.000 kasus baru demam rematik didiagnosa setiap tahunnya, khususnya pada kelompok anak usia 6-15 tahun. Cenderung terjangkit pada daerah dengan udara dingin, lembab, lingkungan yang kondisi kebersihan dan gizinya kurang memadai.Sementara dinegara maju insiden penyakit ini mulai menurun karena tingkat perekonomian lebih baik dan upaya pencegahan penyakit lebih sempurna. Dari data 8 rumah sakit di Indonesia tahun 1983-1985 menunjukan kasus RHD rata-rata 3,44 ℅ dari seluruh jumlah penderita yang dirawat.Secara Nasional mortalitas akibat RHD cukup tinggi dan ini merupakan penyebab kematian utama penyakit jantung sebelum usia 40 tahun.

3)  Penyebab / Faktor Predisposisi
Penyebab secara pasti dari RHD belum diketahui, namun penyakit ini sangat berhubungan erat dengan infeksi saluran napas bagian atas yang disebabkan oleh streptococcus hemolitik-b grup A yang pengobatanya tidak tuntas atau bahkan tidak terobati. Pada penelitian menunjukan bahwa RHD terjadi akibat adanya reaksi imunologis antigen-antibody dari tubuh.Antibody yang melawan streptococcus bersifat sebagai antigen sehingga terjadi reaksi autoimun.

Terdapat faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada reaksi timbulnya RHD :

a. Faktor-faktor pada individu
Faktor Genetik
Meskipun pengetahuan tentang faktor genetik  pada RHD ini tidak lengkap namun pada umumnya ada pengaruh faktor keturunan pada proses terjadinya RHD, walaupun cara penurunanya belum dapat dipastikan.

Jenis Kelamin
Dulu sering dinyatakan bahwa RHD lebih sering terjadi pada anak wanita daripada anak laki-laki.
Golongan Etnik dan Ras
Data di Amerika menunjukan bahwa serangan awal maupun serangan ulangan lebih sering terjadi pada orang berkulit hitam dibandingkan orang berkulit putih

Umur
RHD paling sering terjadi pada anak-anak berumur antara 6- 15 tahun ( usa sekolah ) dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasanya ditemukan pada anak sebelum berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun

b. Faktor-faktor lingkungan
Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Keadaan sosial ekonomi yang buruk adalah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah dengan penghuni yang padat, rendahnya pendidikan sehingga pemahaman untuk segera mencari pengobatan anak yang menderita infeksi tenggorokan sangat kurang ditambah pendapatan yang rendah sehingga biaya perawatan kesehatan kurang

Iklim dan geografis
RHD adalah penyakit kosmopolit. Penyakit ini terbanyak didapatkan pada daerah beriklim sedang,tetapi data akhir-akhir ini menunjukan bahwa daerah tropispun mempunyai insiden yang tinggi. Didaerah yang letaknya tinggi, insiden RHD lebih tinggi daripada dataran rendah

Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insiden infeksi saluran napas atas meningkat, sehingga mengakibatkan kejadian RHD juga dapat meningkat
                                                 
4)  Patofisiologi
Hubungan yang pasti antara infeksi streptokokus dan demam rematik akut tidak diketahui. Cedera jantung bukan merupakan akibat langsung infeksi, seperti yang ditunjukkan oleh hasil kultur streptokokus yang negative pada bagian jantung yang terkena. Fakta berikut ini menunjukkan bahwa hubungan tersebut terjadi akibat hipersensitifitas imunologi yang belum terbukti terhadap antigen-antigen streptokokus :

1.Demam rematik akut terjadi 2-3 minggu setelah faringitis streptokokus, sering setelah pasien sembuh dari faringitis.
2.Kadar antibody anti streptokokus tinggi (antistreptolisin o, anti –DNase, anti hialoronidase ) terdapat pada pasien demam rematik akut.
3.Pengobatan dini faringitis streptokokus dengan penisilin menurunkan resiko demam rematik akut.
4.Immunoglobulin dan komplemen terdapat pada permukaan membrane sel-sel miokardium yang terkena.

Hipersensitifitas kemungkinan bersifat imunologik, tetapi mekanisme demam rematik akut masih belum diketahui. Adanya antibody-antibodi yang memiliki aktifitas terhadap antigen streptokokus dan sel-sel miokardium menunjukkan kemungkinan adanya hipersensitifitas tipe II yang diperantarai oleh antibody reaksi silang. Adanya antibody-antibodi tersebut di dalam serum beberapa pasien yang kompleks imunnya terbentuk untuk melawan antigen-antigen streptokokus menunjukkan hipersensitifitas tipe III. Pathway terlampir.

5. Manifestasi Klinis dan Kriteria diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis RHD dengan melihat tanda dan gejala maka digunakan kriteria Jones yang terdiri dari kriteria mayor dan kriteria minor.

a. Kriteria Mayor
1) Carditis
Yaitu terjadi peradangan pada jantung ( miokarditis dan atau endokarditis ) yang menyebabkan terjadinya gangguan pada katup mitral dan aorta dengan manifestasi terjadi penurunan curah jantung ( seperti hipotensi, pucat, sianosis, berdebar-debar dan heart rate meningkat ), bunyi jantung melemah, dan terdengar suara bising katup pada auskultasi akibat stenosis dari katup terutama mitral ( bising sistolik ), Friction rub.

2) Polyarthritis
Klien yang menderita RHD biasanya datang dengan keluhan nyeri pada sendi yang berpindah-pindah, radang sendi-sendi besar, lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku ( polyarthritis migrans ), gangguan fungsi sendi.

3) Khorea Syndenham
Merupakan gerakan yang tidak disengaja / gerakan abnormal , bilateral,tanpa tujuan dan involunter, serta sering kali disertai dengan kelemahan otot ,sebagai manifestasi peradangan pada sistem saraf pusat.

4) Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan manifestasi RHD pada kulit, berupa bercak-bercak merah dengan bagian tengah berwarna pucat sedangkan tepinya berbatas tegas , berbentuk bulat dan bergelombang tanpa indurasi dan tidak gatal. Biasanya terjadi pada batang tubuh dan telapak tangan.

5) Nodul Subcutan
Nodul subcutan ini terlihat sebagai tonjolan-tonjolan keras dibawah kulit tanpa adanya perubahan warna atau rasa nyeri. Biasanya timbul pada minggu pertama serangan dan menghilang setelah 1-2 minggu. Ini jarang ditemukan pada orang dewasa.Nodul ini terutama muncul pada permukaan ekstensor sendi terutama siku,ruas jari,lutut,persendian kaki. Nodul ini lunak dan bergerak bebas.

b. Kriteria Minor
1) Memang mempunyai riwayat RHD
2) Artralgia  atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi, klien kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya
3) Demam namun tidak lebih dari 39 derajat celcius dan pola tidak tentu
4) Leukositosis
5) Peningkatan laju endap darah ( LED )
6) C- reaktif Protein ( CRP ) positif
7) P-R interval memanjang
8) Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur ( sleeping pulse )
9) Peningkatan Anti Streptolisin O ( ASTO )
Selain kriteria mayor dan minor tersebut, terjadi juga gejala-gejala  umum seperti , akral dingin, lesu,terlihat pucat dan anemia akibat gangguan eritropoesis.gejala lain yang dapat muncul juga  gangguan pada GI tract dengan manifestasi peningkatan HCL dengan gejala mual dan anoreksia
Diagnosis RHD ditegakkan apabila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau dua kriteria minor dan satu kriteria mayor.

6. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO, peningkatan laju endap darah
(LED),terjadi leukositosis, dan dapat terjadi penurunan hemoglobin .
b. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada jantung.
c. Pemeriksaan Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi
d.Pemeriksaan Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang.
e. Hapusan tenggorokan :ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A

7. Komplikasi
Penyakit jantung rematik merupakan komplikasi dari demam rematik dan biasanya terjadi setelah serangan demam rematik. Insiden penyakit jantung rematik telah dikurangi dengan luas penggunaan antibiotic efektif terhadap streptokokal bakteri yang menyebabakan demam rematik.

8.Therapy / Penatalaksanaan
Tata laksana RHD aktif atau reaktifitas adalah sebagai berikut :
a.Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai dengan keadaan jantungnya.

Kelompok
Klinis
Tirah baring
( minggu )
Mobilisasi bertahap
( minggu)
- Karditis (  -  )
- Artritis    ( + )
      2
  2
- Karditis     ( + )
- Kardiomegali (-)
      4
  4
-   Karditis (  +  )
-   Kardiomegali(+)
     6
  6
-   karditis ( +  )
-   Gagal jantung (+ )
     > 6
  > 12

b. Eradikasi dan selanjutnya pemberian profilaksis terhadap kuman sterptococcus dengan  pemberian injeksi Benzatine penisillin secara intramuskuler. Bila berat badan lebih dari 30 kg diberikan 1,2 juta unit dan jika kurang dari 30 kg diberikan 600.000-900.000 Unit.
c. Untuk antiradang dapat diberikan obat salisilat atau prednison tergantung keadaan klinisnya. Salisilat diberikan dengan dosis 100 mg/kg BB/hari selama kurang lebih 2 minggu dan 25 mg/ Kg BB/hari selama 1 bulan. Prednison diberikan selama kurang lebih 2 minggu dan teppering off ( dikurangi bertahap ). Dosis awal prednison 2 mg/ kg BB/hari.
d. Pengobatan rasa sakit dapat diberikan analgetik
e. Pengobatan terhadap khorea hanya untuk symtomatik saja, yaitu klorpromazin,diazepam atau haloperidol. Dari pengalaman ternyata khorea ini akan hilang dengan sendirinya dengan tirah baring dan eradikasi.
f. Pencegahan komplikasi dari carditis misal adanya tanda-tanda gagal jantung dapat diberikan terapi digitalis dengan dosis 0,04-0,06 mg/kg BB.
g. Pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin

9. Pencegahan
Jika kita lihat di atas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin terjadi dengan adanya kejadian awal yaitu demam rematik (DR). tentu saja pencegahan yang terbaik adlah bagaimana upaya kita jangan sampai mengalami demam rematik (terserang infeksi kuman streptokokus beta hemolyticus ). Ada beberapa factor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut, diantaranya factor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peranan yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokus untuk terjadi DR.Seseorang yang terinfeksi kuman streptokokus beta hemolyticus dan mengalami demam rematik harus diberikan terapi yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan penyakit jantung rematik.

10.Prognosis
Prognosis RHD terdiri dari lama penyakit, kesempatan komplikasi dari penyakit, kemungkinan hasil, prospek untuk pemulihan, pemulihan periode untuk penyakit, harga hidup, tingkat kematian, dan hasil kemungkinan lainnya dalam keseluruhan prognosa dari penyakit jantung reumatik.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data fokus:
-       Peningkatan suhu tubuh tidak terlalu tinggi kurang dari 39 derajat celcius namun tidak terpola
-       Adanya riwayat infeksi saluran nafas.
-       Tekanan darah menurun, denyut nadi meningkat, dada berdebar-debar..
-        Nyeri abdomen, Mual, anoreksia dan penurunan hemoglobin
-       Arthralgia, gangguan fungsi sendi
-       Kelemahan otot
-       Akral dingin
-       Mungkin adanya sesak.
-       Manifestasi khusus:
carditis:
takikardia terutama saat tidur ( sleeping pulse )
kardiomegali
suara bising katup ( suara sistolik )
perubahan suara jantung
perubahan ECG (PR memanjang)
Precordial pain
Precardial friction rub
Lab : leukositosis, LED meningkat,  peningkatan ASTO,.
Polyarthritis
Nyeri dan nyeri tekan disekitar sendi Menyebar pada sendi lutut, siku, bahu, lengan ( gangguan fungsi sendi )
Nodul subcutaneous:
Timbul benjolan  dibawah kulit, teraba lunak dan bergerak bebas,
Muncul sesaat, pada umumnya langsung diserap.
Terdapat pada permukaan ekstensor persendian
Khorea:
Pergerakan ireguler pada ekstremitas, involunter dan cepat.
Emosi labil
Kelemahan otot
Eritema marginatum:
bercak kemerahan umum pada batang tubuh dan telapak tangan.
Bercak merah dapat berpindah lokasi à tidak permanen
eritema bersifat non pruritus

2. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul
1) Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup mitral ( stenosis katup )
2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan metabolisme terutama perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah
3) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial
4) Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup jantung
5) Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan asam lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi
7) Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Gangguan muskuloskeletal ; Poltarthritis/arthalgia dan therapi bed rest .
8) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan.
9) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian atrium yang meningkat
10)Resiko cidera berhubungan dengan Gerakan involunter,irrigulaer, cepat dan kelemahan otot/khorea

3. Rencana Tindakan Keperawatan
1) Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan katup mitral ( stenosis katup )
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan,penurunan curah jantung dapat  diminimalkan.
Kriteria hasil: Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung (mis : parameter hemodinamik dalam batas normal, haluaran urine adekuat). Melaporkan penurunan episode dispnea,angina. Ikut serta dalam akyivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi dan rasional:
Intervensi
Rasional
1. Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur setiap 4 jam.
2. Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.
3. Batasi aktifitas secara adekuat.
4. Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang.
5. Kolaborasi untuk pemberian oksigen
6. Kolaborasi untuk pemberian digitalis

1.Memonitor adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin dan terjadinya takikardia-disritmia sebagai kompensasi meningkatkan curah jantung
2.Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya curah jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi aliran darah pada ventrikel.
3.Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja berlebihan.
4.Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan TD dan meningkatkan kerja jantung.
5.Meningkatkan sediaan oksigen untuk fungsi miokard dan mencegah hipoksia.
6.Diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas miokard dan menurunkan beban kerja jantung.

2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan perubahan metabolism terutama perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan , perfusi jaringan perifer efektif
Kriteria hasil : Klien tidak pucat, Tidak ada sianosis, Tidak ada edema
Intervensi dan rasional :
Intervensi
Rasional
1. Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinyu, contoh: cemas, bingung, letargi, pingsan.
2. Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin atau lembab. Catat kekuatan nadi perifer.
3. Kaji tanda edema.
4. Pantau pernapasan, catat kerja pernapasan.
5. Pantau data laboratorium, contoh: GDA, BUN, creatinin, dan elektrolit.

1.Perfusi serebral secara langsung sehubungan dengan curah jantung dan juga dipengaruhi oleh elektrolit atau variasi asam basa, hipoksia, atau emboli sistemik.
2.Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
3.Indikator trombosis vena dalam.
4.Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distress pernapasan. Namun dispnea tiba-tiba atau berlanjut menunjukkkan komplikasi tromboemboli paru.
5.Indikator  perfusi atau fungsi organ

3) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah nyeri teratasi.
Kriteria hasil : Skala nyeri 0-1, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien tidak mengeluh nyeri, tidak ada nyeri tekan dan klien tidak membatasi gerakanya.Klien tampak rileks
Intervensi dan rasional:
Intervensi
Rasional
1. Kaji keluhan nyeri. Perhatikan intensitas ( skala 1-10 )
2. Pantau tanda-tanda vital (TD, Nadi, RR , suhu)
3. Pertahankan posisi daerah sendi yang nyeri dan beri posisi yang nyaman
4. Kompres dengan air hangat jika diindikasikan
5. Ajarkan teknik relaksasi progresif ( napas dalam, Guid imageri,visualisasi )
6. Kolaborasi untuk pemberian analgetik

1. Memberikan informasi sebagai dasar dan pengawasan intervensi
2. Mengetahui keadaan umum dan memberikan informasi sebagai dasar dan pengawasan intervensi
3. Menurunkan spasme/ tegangan sendi dan jaringan sekitar
4. Menghambat kerja reseptor nyeri
5. Membantu menurunkan spasme sendi-sendi, meningkatkan rasa kontrol dan mampu mengalihkan nyeri.
6. Menghilangkan nyeri

4) Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup jantung.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah hiperteemia teratasi
Kriteria hasil : Suhu normal ( 26-37 derajat celcius ), nadi normal,leukosit normal (4.300-11.400 per mm³ darah), tidak ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A pada hapusan tenggorokan.
Intervensi dan rasional :

Intervensi
Rasional
1.Kaji suhu tubuh klien dan ukur tanda-tanda vital lain seperti nadi, TD dan respirasi
2.Berikan klien kompres hangat pada lipatan tubuh dan terdapat banyak pembuluh darah besar seperti aksilla, perut )
3.Anjurkan klien untuk minum 2 liter/hari jika memungkinkan
4.Anjurkan klien untuk tirah baring      ( bed rest )
5.Kolaborasi untuk pemberian antipiretik dan antiradang seperti salisilat/ prednison serta pemberian Benzatin penicillin

1.Mengetahui data dasar terhadap perencanaan tindakan yang tepat
2.Membantu meberikan evek vasodilatasi pembuluh darah sehungga pengeluaran panas terjadi  secara evaporasi
3.Peningkatan suhu juga dapat meyebabkan kehilangan cairan akibat evaporasi
4.Mencegah terjadinya peningkatan reaksi peradangan dan hipermetabolisme.
5.Mengurangi proses peradangan sehingga peningkatan suhu tidak terjadi serta streptococus hemolitikus b grup A akan mampu dimatikan

5. Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan asam lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah ketidakseimbangan  nutrisi kurang dari kebutuhan dapat teratasi.
Kriteria hasil : Klien mengatakan mual dan anoreksia berkuarang / hilang, masukan makanan adekuat dan kelemahan hilang. BB dalam rentang normal.
Intervensi dan Rasional :
Intervensi
Rasional
1. Kaji status nutrisi( perubahan BB< pengukuran antropometrik dan nilai HB serta protein
2. Kaji pola diet nutrisi klien( riwayat diet, makanan kesukaan)

3. Kaji faktor yang berperan untuk menghambat asupan nutrisi ( anoreksia, mual)
4. Anjurkan makan dengan porsi sedikit tetapi sering dan tidak makan makanan yang merangsang pembentukan Hcl seperti terlalu panas, dingin, pedas
5. Kolaborasi untuk pemberian obat penetral asam lambung seperti antasida
6. Kolaborasi untuk penyediaan makanan kesukaan yang sesuai dengan diet klien

1. Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi
2. Membantu dalam mempertimbangkan penyusunan menu sehingga klien berselera makan
3. Menyediakan informasi mengenai faktor yang harus ditanggulangi sehingga asupan nutrisi adekuat.
4. Membantu mengurangi produksi asam lambnung/HCl akibat faktor-faktor perangsang dari luar tubuh
5. Membantu mengurangi produksi HCL oleh epitel lambung
6. Mendorong peningkatan selera makan.

6)  Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan intoleransi aktivitas teratasi
Kriteria hasil : klien tidak mudah lelah , klien dapat melakukan aktivitas sesuai batas toleransi

Intervensi dan rasional :
Intervensi
Rasional
1. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan vasolidator, diuretik, penyekat beta.
2. Catat respon kardiopulmonal terhadap aktifitas, catat takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat.
3. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
4. Kolaborasi Implementasikan program rehabilitasi jantung/aktifitas.

1. Hipertensi ortostatik dapat terjadidengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung
2. Penurunan /ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3. Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
4. Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stres, bila disfungsi jantung tidak dapat membaik kembali.

7)  Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Gangguan muskuloskeletal ; Polyarthritis / Arthralgia dan therapi bed rest.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah pemenuhan ADL klien teratasi.
Kriteria hasil : Klien mengatakan perawatan diri / ADL terpenuhi, Klien dapat melakukan perawatan diri dalam batas toleransi
Intervensi dan Rasional :
Intervensi
Rasional
1. Bantu pemenuhan ADL klien
2. Libatkan keluarga untuk membantu
   memenuhi kebutuhan klien
3. Beri penjelasan kepada klien bahwa
    klien harus tirah baring sesuai dengan
    waktu yang diindikasikan

1.Memenuhi kebutuhan klien sehingga klien tetap bed rest dan tenang
2.Kebutuhan klien akan l;ebih terpenuhi sehingga klien merasa tetap diperhatikan
3.Mencegah adanya komplikasi peradangan sampai ketingkat gagal jantung.

8)   Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan,kerusakan integritas kulit teratasi.
Kriteria hasil : Eritema hilang pada tangan dan tubuh klien, mempertahanakan integritas kulit. Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit
Intervensi dan Rasional :

Intervensi
Rasional
1.   Kaji tingkat kerusakan kulit
2.   Berikan perawatan kulit sering, minimalkan dengan kelembaban/ ekskresi
3.   Ubah posisi sering di tempat tidur / kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif
4.   Berikan bantalan yang lembut pada badan
5.   Kolaborasi untik pemberian obat antiradang ( prednison )

1.Memberikan pedoman untuk memberikan intervensi yang tepat
2.Terlalu kering adan lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan
3.Memperbaiki sirkulasi/ menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran darah
4.Mencegah penekanan pada eritema sehingga tidak meluas
5.Mengurangi reaksi peradangan sehingga eritema hilang.

9)   Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian atrium yang meningkat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah resiko kerusakan pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA/ oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi
Intervensi dan rasional:
Intervensi
Rasional
1.   Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengii.
2.   Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam.
3.   Pertahankan posisi semifowler, sokong tangan dengan bantal Jika memungkinkan
4.   Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi.
5.   Kolaborasi untuk pemeriksaan AGD
6.   Kolaborasi untuk pemberian obat diuretik.
7.   Kolaborasi untuk pemberian obat bronkodilator

1.  Menyatakan adanay kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2.  Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
3.  Menurunkan komsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan ekspansi paru maksimal.
4.  Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan.
5.  Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru
6.  Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.
7.  Meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasibjalan nafas kecil dan mengeluarkan efek diuretic ringan untuk menurunkan kongesti paru

10. Resiko cidera berhubungan dengan Gerakan involunter,irrigulaer, cepat dan kelemahan otot/khorea
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko cidera tidak terjadi.
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman factor yang terlibat dalam kemugkinan cedera. Menunnjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera. Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan
Intervensi dan Rasional :
Intervensi
Rasional
1. Kaji tingkat gerakan klien yang berlebihan
2. Pantau dan bila mungkin temani klien selama serangan khorea dan jauhkan benda-benda berbahaya dari klien
3. Pasang pengaman tempat tidur klien
4. Anjurkan keluarga untuk menemani klien
5. Kolaborasi intuk pemberian obat penenang ( klorpromazine atau diazepam ) sesuai indikasi

1.Menentukan dalam memberikan intervensi
2.Mencegah terjadinya cidera akibat terjatuh atau terkena bahan berbahaya
3.Mengurangi resiko klien terjatuh dari tempat tidur
4.Memberikan rasa aman klien sehingga cidera tidak terjadi
5.Memberikan efek rileks pada otot sehingga klien tenang.

4. Evaluasi
1) Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup mitral ( stenosis katup ) dapat teratasi.dengan kriteria evaluasi : Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung (mis : parameter hemodinamik dalam batas normal, haluaran urine adekuat). Melaporkan penurunan episode dispnea,angina. Ikut serta dalam akyivitas yang mengurangi beban kerja jantung.

2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan metabolism terutama perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah dapat teratasi dengan criteria evaluasi : klien tidak pucat, tidak ada sianosis, tidak ada edema

3) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial dapat teratasi dengan  kriteria evaluasi : Skala nyeri 0-1, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien tidak mengeluh nyeri, tidak ada nyeri tekan dan klien tidak membatasi gerakanya.Klien tampak rileks

4) Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup jantung. Dapat teratasi dengan kriteria evaluasi : Suhu normal ( 26-37 derajat celcius ), nadi normal,leukosit normal (4.300-11.400 per mm³ darah), tidak ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A pada hapusan tenggorokan.

5) Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan asam lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis. Dapat teratasi dengan kriteria evaluasi : Klien mengatakan mual dan anoreksia berkuarang / hilang, masukan makanan adekuat dan kelemahan hilang. BB dalam rentang normal.

6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi dapat teratasi dengan criteria evaluasi : klien tidak cepat lelah, dapat beraktivitas sesuai dengan batas toleransi

7) Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Immobilitas fisik akibat Gangguan muskuloskeletal ; arthralgia dan therapi.dapat terpenuhi dengan kriteria evaluasi : Klien mengatakan perawatan diri / ADL terpenuhi, Klien dapat melakukan perawatan diri dalam batas toleransi

8) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan. Dapat teratasi dengan kriteria evaluasi : Eritema hilang pada tangan dan tubuh klien, mempertahanakan integritas kulit. Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit

9) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian atrium yang meningkat tidak menjadi aktual dengan kritera evaluasi: Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA/ oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi

10) Resiko cidera berhubungan dengan Gerakan involunter,irrigulaer, cepat dan kelemahan otot/khorea tidak menjadi aktual dengan kritera evaluasi: Menyatakan pemahaman factor yang terlibat dalam kemugkinan cedera. Menunnjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera. Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan


asuhan keperawatan rheumatic heart disease

Daftar Pustaka

-- Arthur C. Guyton and John E. Hall ( 1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta


 - Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta



 - Nelson (1993), Ilmu Kesehatan Anak: Textbook of Pediatrics Edisi 12, Buku kedokteran EGC, Jakarta.



 - Sunoto Pratanu (1990), Penyakit Jantung Rematik, Makalah Tidak dipublikasikan, Surabaya



 - Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit Edisi 4, Buku kedokteran EGC, Jakarta.



 - Wong and Whaley’s (1996), Clinical Manual of Pediatrics Nursing 4th Edition, Mosby-Year Book, St.Louis, Missouri.

 - Heni,dkk, (2001),Buku Ajar keperawatan Kardiovasculer Edisi 1, Harapan Kita, Jakarta


 - Suddarth, brunner, ( 2002). Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah VOl 2 Edisi 8, EGC, Jakarta.



 - Carpenito, Lynda juall, ( 2001),BUku Saku diagnosa keperawatan EDisi 8, EGC, Jakarta



 - Nanda,2005-2006, Diagnosis Keperawatan



  -Lily, Dkk, (2001 ), Buku Ajar Kardiologi, EGC, Jakarta.


Artikel Penyakit Jantung Pada Lansia

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang



Usia lanjut adalah usia yang sangat rentan terhadap berbagai penyakit.Pada umumnya yang mendasari penyakit disaat lanjut usia adalah akibat dari sisa penyakit yang pernah diderita di usia muda, penyakit karena akibat kebiasaan dimasa lalu (seperti: merokok, minum alkohol dan sebagainya) dan juga penyakit tertentu yang mudah sekali menyerang saat usia lanjut.  Tak heran bila pada usia lanjut,semakin banyak keluhan yang dilontarkan karena tubuh tak lagi mau bekerja sama dengan baik seperti kala muda dulu. 


Penyakit jantung pada lansia mempunyai penyebab yang multifaktorial yang saling tumpang tindih.  Untuk itu kita harus terlebih dahulu memahami mengenai konsep faktor risiko dan penyakit degeneratif.  Faktor risiko adalah suatu kebiasaan,kelainan dan faktor lain yang bila ditemukan/dimiliki seseorang akan menyebabkan orang tersebut secara bermakna lebih berpeluang menderita penyakit degeneratif tertentu. Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit yang mempunyai penyebab dan selalu berhubungan dengan satu faktor risiko atau lebih,di mana faktor-faktor risiko tersebut bekerja sama menimbulkan penyakit degeneratif itu. Penyakit degeneratif itu sendiri dapat menjadi faktor resiko untuk penyakit degeneratif lain. Misalnya: penyakit jantung dan hipertensi merupakan faktor resiko stroke.

Inilah yang menyebabkan pembahasan mengenai penyakit jantung pada lansia dapat berkembang sangat luas,yaitu karena adanya keterkaitan yang sangat erat antara penyakit yang satu dengan penyakit yang lain. 

Berdasarkan data yang didapat dari penelitian di USA pada tahun 2001,penyakit jantung yang sering ditemukan adalah Penyakit Jantung Koroner 13%,Infark Miokard Akut  8%, Kelainan Katup 4%,Gagal Jantung 2%,Penyakit Jantung Hipertensif dan Hipertensi 1%.


B. Rumusan Masalah

1. Apa defenisi penyakit jantung pada usia lanjut ?
2. Apa perubahan anatomis yang terjadi pada jantung di usia lanjut ?
3. Apa perubahan fisiologis yang terjadi pada jantung di usia lanjut ?
4. Apa perubahan patologi anatomis yang terjadi pada jantung di usia lanjut ?
5. Bagaimana tanda dan gejala penyakit jantung di usia lanjut ?
6. Berapa jenis penyakit jantung pada usia lanjut ?


C. Tujuan 

1. Untuk mengetahui defenisi penyakit jantung pada usia lanjut
2. Untuk mengetahui perubahan anatomis yang terjadi pada jantung di usia lanjut 
3. Untuk mengetahui perubahan fisiologis yang terjadi pada jantung di usia lanjut 
4. Untuk mengetahui perubahan patologi anatomis yang terjadi pada jantung di usia lanjut
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit jantung di usia lanjut 
6. Untuk mengetahui jenis penyakit jantung pada usia lanjut 


D. Manfaat 

Sebagai sumber ilmu dalam menerapkan asuhan keperawatan penyakit jantung pada lansia.

BAB II 
PEMBAHASAN
A. Konsep Medis
1. Defenisi
Penyakit Jantung Pada Lansia Merupakan penyebab kematian terbesar pada usia 65 tahun ke atas di seluruh dunia. Pada lansia penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang banyak ditemui, malah mungkin yang terbanyak diderita.


2. Perubahan Anatomis 

Penebalan dinding ventrikel kiri jantung kerap terjadi,meski tekanan darah relatif normal. Begitupun fibrosis dan kalsifikasi katup jantung terutama pada anulus mitral dan katup aorta. Selain itu terdapat pengurangan jumlah sel pada nodus sinoatrial (SA Node) yang menyebabkan hantaran listrik jantung mengalami gangguan. Hanya sekitar 10% sel yang tersisa ketika manusia berusia 75 tahun ketimbang jumlahnya pada usia 20 tahun lalu. Bisa dibayangkan,bagaimana terganggunya kerja jantung,apalagi jika disertai penyakit jantung lain,seperti penyakit jantung koroner. Sementara itu,pada pembuluh darah terjadi kekakuan arteri sentral dan perifer akibat proliferasi kolagen,hipertrofi otot polos,kalsifikasi,serta kehilangan jaringan elastik. Meski seringkali terdapat aterosklerosis pada manula,secara normal pembuluh darah akan mengalami penurunan debit aliran akibat peningkatan situs deposisi lipid pada endotel. Lebih jauh,terdapat pula perubahan arteri koroner difus yang  pada awalnya terjadi di arteri koroner kiri ketika muda,kemudian berlanjut pada arteri koroner kanan dan posterior di atas usia 60 tahun.


3. Perubahan Fisiologis

Perubahan fisiologis yang paling umum terjadi seiring bertambahnya usia adalah perubahan  pada fungsi sistol ventrikel. Sebagai pemompa utama aliran darah sistemik manusia,perubahan sistol ventrikel akan sangat mempengaruhi keadaan umum pasien. Parameter utama yang terlihat ialah detak jantung,preload dan afterload,performa otot jantung,serta regulasi neurohormonal kardiovaskular.Oleh karenanya,orang-orang tua menjadi mudah deg-degan. Akibat terlalu sensitif terhadap respon tersebut,isi sekuncup menjadi bertambah menurut kurva Frank-Starling. Efeknya,volume akhir diastolik menjadi bertambah dan menyebabkan kerja jantung yang terlalu berat dan lemah jantung. Awalnya,efek ini diduga terjadi akibat efek blokade reseptor β-adrenergik,namun setelah diberi β-agonis ternyata tidak memberikan perbaikan efek.

Di lain sisi, terjadi perubahan kerja diastolik terutama pada pengisian awal diastol lantaran otot-otot jantung sudah mengalami penurunan kerja. Secara otomatis,akibat kurangnya kerja otot atrium untuk melakukan pengisian diastolik awal,akan terjadi pula fibrilasi atrium,sebagaimana sangat sering dikeluhkan para lansia. Masih berhubungan dengan diastol,akibat ketidakmampuan kontraksi atrium secara optimal,akan terjadi penurunan komplians ventrikel ketika menerima darah yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan diastolik ventrikel ketika istirahat dan exercise. Hasilnya, akan terjadi edema paru dan kongesti sistemik vena yang sering menjadi gejala klinis utama pasien lansia. Secara umum,yang sering terjadi dan memberikan efek nyata secara klinis ialah gangguan fungsi diastol.Pemeriksaan EKG perlu dilakukan untuk melihat adanya penyakit jantung koroner,gangguan konduksi dan irama jantung,serta hipertrofi bagian-bagian jantung. Beberapa macam aritmia yang sering ditemui pada lansia berupa ventricular extrasystole (VES), supraventricular extrasystole (SVES),atrial flutter/fibrilation,bradycardia sinus,sinus block,A-V junctional. Gambaran EKG pada lansia yang tidak memiliki kelainan jantung biasanya hanya akan menunjukkan perubahan segmen ST dan T yang tidak khas. Untuk menegakkan diagnosis,perlu dilakukan ekokardiografi sebagaimana prosedur standar bagi para penderita penyakit jantung lainnya.


4. Perubahan Patologi Anatomis

Perubahan-perubahan patologi anatomis pada jantung degeneratif umumnya berupa degeneratif dan atrofi. Perubahan ini dapat mengenai semua lapisan jantung terutama endokard,miokard,dan pembuluh darah. Umumnya perubahan patologi anatomis merupakan perubahan mendasar yang menyebabkan perubahan makroskopis,meskipun tidak berhubungan langsung dengan fisiologis.Seperti halnya di organ-organ lain,akan terjadi akumulasi pigmen lipofuksin di dalam sel-sel otot jantung sehingga otot berwarna coklat dan disebut brown atrophy. Begitu juga terjadi degenerasi amiloid alias amiloidosis,biasa disebut senile cardiac amiloidosis. Perubahan demikian yang cukup luas dan akan dapat mengganggu faal pompa jantung.


Terdapat pula kalsifikasi pada tempat-tempat tertentu,terutama mengenai lapisan dalam jantung dan aorta. Kalsifikasi ini secara umum mengakibatkan gangguan aliran darah sentral dan perifer. Ditambah lagi dengan adanya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah besar dan degenerasi mukoid terutama mengenai daun katup jantung,menyebabkan seringnya terjadi kelainan aliran jantung dan pembuluh darah.

Akibat perubahan anatomis pada otot-otot dan katup-katup jantung menyebabkan pertambahan sel-sel jaringan ikat (fibrosis) menggantikan sel yang mengalami degenerasi, terutama mengenai lapisan endokard termasuk daun katup. Tidak heran,akibat berbagai perubahan-perubahan mikroskopis seperti tersebut di atas,keseluruhan kerja jantung menjadi rusak.


5. Tanda dan Gejala Penyakit Jantung pada Lanjut Usia

Nyeri pada daerah prekordial dan sesak napas seringkali dirasakan pada penderita penyakit jantung di usia lanjut. Rasa cepat lelah yang berlebihan seringkali ditemukan sebagai dampak dari sesak napas yang biasanya terjadi di tengah malam. Gejala lainnya adalah kebingungan,muntah-muntah dan nyeri pada perut karena pengaruh dari bendungan hepar atau keluhan insomnia.


Bising sistolik banyak dijumpai pada penderita lanjut usia,sekitar 60% dari jumlah penderita. Dalam penemuan lain juga dilaporkan bahwa bising sistolik tanpa keluhan ditemukan pada 26% penderita yang berusia 65 tahun keatas.Pada jantung dapat dijumpai kekakuan pada arteria koroner,cincin katup mitral,katup aorta,miokardium dan perikardium. Kelainan-kelainan tersebut selalu merupakan keadaan yang abnormal.



6. Jenis Penyakit Jantung pada Lanjut Usia

a. Penyakit Jantung Koroner Dan Infark Miokard 
Akibat yang besar dari penyakit jantung koroner adalah kehilangan oksigen dan makanan ke jantung karena aliran darah ke jantung melalui arteri koroner berkurang. PJK adalah manifestasi umum dari keadaaan pembuluh darah yang mengalami pengerasan dan penebalan dinding,disebut juga aterosklerosis.  Tapi selain itu stenosis aorta,kardiomiopati hipertrofi dan kelainan arteri koronaria kongenital juga dapat menyebabkan PJK.Faktor risiko PJK antaralain hipertensi sistolik,dislipidemia,intoleransi glukosa dan fibrinogen,obesitas dan kurang bergerak.


b. Gagal Jantung

Gagal jantung adalah merupakan suatu sindrom, bukan diagnosa penyakit.  Sindrom gagal jantung kongestif (Chronic Heart Failure/ CHF) juga mempunyai prevalensi yang cukup tinggi pada lansia dengan prognosis yang buruk.  Prevalensi CHF adalah tergantung umur atau age-dependent. Menurut penelitian,gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun,tapi menanjak tajam pada usia 75 – 84 tahun.CHF terjadi ketika jantung tidak lagi kuat untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Penyebab yang sering adalah menurunnya kontraktilitas miokard akibat Penyakit Jantung Koroner, Kardiomiopati, beban kerja jantung yang meningkat seperti pada penyakit stenosis aorta atau hipertensi, Kelainan katup seperti regurfitasi mitral.Selain itu ada pula faktor presipitasi lain yang dapat memicu terjadinya gagal jantung,yaitu kelebihan Na dalam makanan,kelebihan intake cairan,tidak patuh minum obat,aritmia, flutter,aritmia,obat-obatan,sepsis,hiper/hipotiroid,anemia,gagal ginjal,defisiensi vitamin B,emboli paru.


c. Kelainan Katup

Bising sistolik dapat ditemukan pada sekitar 60% lansia, dan ini jarang sekali diakibatkan oleh kelainan katup yang parah.  Pada katup aorta, stenosis akibat kalsifikasi lebih sering ditemukan daripada regurgitasi aorta. Tapi pada katup mitral, regurgitasi sangat sering dijumpai dan lebih banyak terdapat pada wanita daripada pria.Pada lansia sering terdapat bising sistolik yang tidak mempunyai arti klinis yang berarti. Tapi harus hati-hati membedakan fisiologis dengan yang patologis.  Bising patologis menandakan adanya kelainan katup yang berat, yang bila tidak ditangani dengan benar akan mengakibatkan hipertrofi ventrikel dan pada akhirnya berakhir dengan gagal jantung. Stenosis katup aorta etiologinya adalah akibat kalsifikasi/degeneratif.  Stenosis aorta akan berakibat pada pembesaran ventrikel kiri. Dapat terjadi tanpa disertai gejala selama beberapa tahun. Tapi pada akhirnya kondisi ini akan berakhir dengan kerusakan ventrikel permanen yang akhirnya mengakibatkan komplikasi-komplikasi seperti pulmonary vascular congestion (dengan sesak nafas), aritmia ventrikel dan heart block. Sedangkan kelainan pada katup mitral juga dapat mengakibatkan terjadinya Atrial fibrillation dan gagal jantung. 


d. Hipertensi Dan Penyakit Jantung Hipertensif 

Semakin tua,tekanan darah akan bertambah tinggi.  Prevalensi hipertensi pada orang-orang lanjut usia adalah sebesar 30-65%.Hipertensi pada lansia sangat penting untuk diketahui karena patogenesis, perjalanan penyakit dan penatalaksanaannya tidak seluruhnya sama dengan hipertensi pada usia dewasa muda.  Pada pasien lansia, aspek diagnostik yang dilakukan harus lebih mengarah kepada hipertensi dan komplikasinya serta terhadap pengenalan berbagai penyakit komorbid pada orang itu karena penyakit komorbid sangat erat kaitannya dengan penatalaksanaan keseluruhan.Seperti penyakit degeneratif pada lanjut usia lainnya,hipertensi sering tidak memberikan gejala apapun atau gejala yang timbul tersamar (insidious) atau tersembunyi (occult).Peningkatan tekanan darah sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi yang esensial, sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah secara akurat. 


7. Pencegahan Penyakit Jantung pada Lanjut Usia 

a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk menghindari atau menunda munculnya penyakit atau gangguan kesehatan. Pencegahan primer penyakit jantung yang dapat dilakukan antara lain :
1) Stop merokok
2) Turunkan kolesterol
3) Obati tekanan darah tinggi
4) Latihan jasmani
5) Pelihara berat badan ideal
6) Konsumsi aspirin dosis rendah untuk pencegahan
7) Kelola dan kurangi stres.


b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk deteksi dini adanya penyakit atau gangguan kesehatan agar dapat dilakukan tatalaksana sedini mungkin pula. Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan :
1) Pemeriksaan kolesterol tiap 3-5 tahun.
2) Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)
3) Pemeriksaan tekanan darah setiap 3 tahun sebelum usia 40 tahun dan setiap tahun setelah berusia 40 tahun. 


c. Pencegahan Tersier

Pengelolaan penyakit atau gangguan kesehatan secara seksama harus dilakukan. Diperlukan kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan dan pasien serta keluarganya agar penyakit atau gangguan kesehatan yang diderita pasien dapat terkelola dan terkendali dengan baik. Untuk itu amat dibutuhkan kepatuhan pasien dalam mengontrol penyakit-penyakit yang diderita agar tidak timbul komplikasi atau penyulit. 
Pada umumnya berbagai penyakit kronik degeneratif memerlukan kedisiplinan dan ketekunan dalam diet atau latihan jasmani, demikian pula di dalam pengobatan yang umumnya membutuhkan waktu bertahun-tahun bahkan bisa seumur hidup.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian 
a. Riwayat keperawatan dan kesehatan 
1) Riwayat kesehatan 
Riwayat kesehatan digunakan untuk mengumpulkan data tentang kebiasaan-kebiasaan pasien yang mencerminkan refleksi perubahan  dan sirkulasi oksigen. Perawat harus dapat mengidentifikasi nyeri pada pasien. Perawat juga harus menentukan integrasi neurovascular dan mengetahui dengan pasti jika klien mengalami panas,mati rasa atau perasaan geli. Perawat perlu mengkaji status pernapasan klien. Perawat perlu juga mengetahui tentang diet pasien karena erat kaitannya dengan status kardiovascular pasien.


2) Riwayat perkembangan 

Struktur sistem cardiovascular berubah sesuai usia individu. Perawat harus memahami efek perkembangan fisik pada denyut jantung,produksi zat tertentu dalam darah dan tekanan darah, untuk menginterpretasikan parameter tersebut dikaitkan dengan usia pasien.


3) Riwayat sosial

Perawat dapat mengumpulkan tentang cara hidup pasien,latar belakang pendidikan,sumber-sumber ekonomi,agama dan etnik pada pasien kardiovascular.


4) Riwayat psikologis

Perawat mengidentifikasi stress maupun sumber-sumber coping.
b. Pengkajian fisik
Pengkajian fisik sistem kardiovaskuler meliputi pemeriksaan jantung dan pembuluh darah melalui keterampilan inspeksi,palpasi,perkusi dan auskultasi.


2. Diagnosa dan Intervensi

Diagnosis keperawatan : Intoleransi Aktivitas
Berhubungan dengan : Tirah baring atau immobilisasi.


  Kelemahan umum.

Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Ditandai dengan : 
  • Mengungkapkan dengan verbal tentang keletihan atau kelemahan.
  • Frekuensi nadi dan tekanan darah abnormal sebagai respon terhadap aktivitas.Rasa tidak nyaman saat beraktivitas atau dispneu.
  • Perubahan EKG mencerminkan iskemia dan aritmia
Kriterria hasil : 
  • Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan atau diperlukan.
  • Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
  • Menunjukan penurunan dalam tanda toleransi fisiologi.
  • Menggunakan dukungan sosial untuk mempertahankan pola hidup yang diinginkan.
  • Mengintegrasikan latihan yang diharuskan ke dalam ADL.
Tindakan keperawatan : 
Tindakan/Intervensi Rasional 
Mandiri  Mandiri 


1 Bantu klien mengidentifikasi faktor yang meningkatkan atau menurunkan toleransi aktifitas. Pengkajian akurat terhadap faktor yang meningkatkan atau menurunkan toleransi aktivitas memberikan dasar untuk membuat rencana perawatan. 



2 Kembangkan aktivitas klien dalam program latihan. Program latihan fisik mempunyai efek menguntungkan pada kerja jantung.



3 Ajarkan klien menggunakan daftar latihan untuk mencatat aktivitas latihan dan responnya (seperti nadi,bernapas dangkal,cemas). Membuat daftar harian dapat meningkatkan kemampuan.



4 Kaji respon fisiologi terhadap aktivitas, observasi frekuensi nadi >20 X/i di atas frekuensi istirahat. Peningkatan tekanan darah selama/sesudah aktivitas(sistol meningkat 40 mmHg atau diastolik meningkat 20 mmHg),dispneu/nyeri dada, keletihan,kelemahan berlebihan,pusing atau pingsan.  Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologi terhadap stress aktivitas,dan bila ada merupakan indicator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.



5 Ajarkan tentang rasa takut/cemas berhubungan dengan intoleransi aktivitas. Rasa takut/cemas dapat meningkatkan intoleransi aktivitas.



6 Ajarkan strategi koping kognitif (seperti pembandingan,relaksasi,pengendalian bernapas).  Respon emosional terhadap intoleransi aktivitas dapat ditangani dengan menggunakan strategi koping kognitif.



7 Ajarkan keluarga untuk membantu klien melakukan aktivitas. Dukungan sosial meningkatkan pelaksanaan aktivitas.



8 Kolaborasi dengan klien/keluarga untuk menetapkan rencana ADL yang konsisten dengan pola hidup. Mencapai dan mempertahankan pola hidup produktif sesuai kemampuan jantung dalam berespon terhadap peningkatan aktivitas dan stress.



9 Berikan dukungan melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap. Berikan bantuan sesuai kebutuhan. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Membantu sebatas kebutuhan mendorong kemandirian dalam beraktifitas.



10 Beri semangat klien untuk mencari bantuan dalam mempertahankan aktivitas. Dukungan sosial meningkatkan penyembuhan dan mempertahankan pola hidup yang diharapkan. 



Diagnosis keperawatan : 

Kurang pengetahuan mengenai kondisi,rencana pengobatan.
Berhubungan dengan : 
  • Kurang pengetahuan/daya ingat
  • Keterbatasan kognitif.
  • Menyangkal diagnosis.
Ditandai dengan : 
  • Menyatakan masalah
  • Meminta informasi
  • Perilaku tidak tepat,misal bermusuhan,agitasi,apatis.
Kriteria hasil :
  • Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan.
  • Mempertahankan tekanan darah.
Tindakan keperawatan :
Tindakan/Intervensi  Rasional 
Mandiri  Mandiri 


1. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar, termasuk keluarga.Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosis mempengaruhi minat untuk mempelajari penyakit,prognosis.



2. Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor risiko kardiovaskular yang dapat diubah, misal obesitas,diet tinggi lemak jenuh dan kolesterol,merokok,minum alkohol serta pola hidup penuh stres. Faktor risiko menunjukan hubungan dalam menunjang penyakit kardiovaskular.



3. Atasi masalah bersama klien dengan mengidentifikasi cara gaya hidup yang tepat dapat dibuat untuk mengurangi factor risiko kardiovaskular. Faktor risiko meningkatkan proses penyakit. Dengan mengubah perilaku,dukungan,petunjuk dan empati dapat meningkatkan keberhasilan klien.



4. Bahas pentingnya menghentikan menghentikan merokok dan bantu klien dalam membuat rencana berhenti merokok. Nikotin meningkatkan pelepasan katekolamin; mengakibatkan peningkatan frekuensi jantung, tekanan darah dan vasokonstriksi; mengurangi oksigen jaringan; serta meningkatkan beban kerja miokardium.



5. Beri penguatan pentingnya kerja sama dalam regimen pengobatan Kerja sama meningkatkan keberhasilan terapi.



6. Jelaskan tentang obat (rasional,dosis dan efek samping). Informasi adekuat dan pemahaman tentang obat meningkatkan kerja sama pengobatan.



7. Hindari minuman yang mengandung kafein Kafein adalah stimulant jantung dan merugikan fungsi jantung.



Diagnosis : Nyeri berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen pada jaringan 

Intervensi : 
1. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
2. Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).
3. Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.
4. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman.
5. Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
6. Kolaborasi dalam: Pemberian oksigen dan obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesik)
7. Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan 

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit jantung pada lansia mempunyai penyebab yang multifaktorial yang saling tumpang tindih. 
Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit yang mempunyai penyebab dan selalu berhubungan dengan satu faktor resiko atau lebih, di mana faktor-faktor resiko tersebut bekerja sama menimbulkan penyakit degeneratif itu.


PJK merupakan penyakit yang paling sering ditemukan pada lansia.



Penyakit jantung koroner (PJK) bertanggung jawab untuk morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada pasien usia lanjut (yaitu, 65 tahun dan lebih tua).



Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala),ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktifitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.



Merokok tembakau memiliki efek merusak pada sistem kardiovaskular, mewujudkan  peningkatan kejadian infark miokard (MI),stroke dan kematian.



B. SARAN

Mengingat betapa pentingnya kesehatan bagi lansia,maka disarankan agar para tenaga kesehatan memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuaikepada lansia agar angka harapan hidup lansiameningkat.

Artikel Penyakit Jantung Pada Lansia

DAFTAR PUSTAKA

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=150
http://majalahkasih.pantiwilasa.com/index.php?option=com_content&task=view&id=62&Itemid=74
http://www.smallcrab.com/jantung/455-penyakit-jantung-yang-sering-terdapat-pada-lansia 
Kushariyadi,2010.Asuhan Keperawatan Klien Lanjut Usia.Jakarta : Salemba Medika
Pusat pendidikan tenaga kesehatan departemen kesehatan,1993.Proses Keperawatan Pada
Pasien Dengan Gangguan sIstem Kardiovaskuler.Jakarta: EGC