Showing posts with label lansia. Show all posts
Showing posts with label lansia. Show all posts

Asuhan Keperawatan Gerontik Diabetes Melitus

ASKEP GERONTIK DIABETES MELITUS

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia.( Mary,2009)

Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.

2. Epidemiologi
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15% populasi pada panti lansia.

3. Etiologi
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam dua besar:
  • Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi dengan baik).
  • Gaya hidup(life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum alkohol, dll.)Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus.Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.

4. Klasifikasi
·         Diabetes melitus tipe I:
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:

  • Mudah terjadi ketoasidosis
  • Pengobatan harus dengan insulin
  • Onset akut
  • Biasanya kurus
  • Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
  • Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
  • Didapatkan antibodi sel islet
  • 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga

·         Diabetes melitus tipe II:
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Karakteristik DM tipe II:

  • Sukar terjadi ketoasidosis
  • Pengobatan tidak harus dengan insulin
  • Onset lambat
  • Gemuk atau tidak gemuk
  • Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
  • Tidak berhubungan dengan HLA
  • Tidak ada antibodi sel islet
  • 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
  • ± 100% kembar identik terkena

5. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.

Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :

  • Katarak                                    
  • Glaukoma
  • Retinopati
  • Gatal seluruh badan
  • Pruritus Vulvae
  • Infeksi bakteri kulit
  • Infeksi jamur di kulit
  • Dermatopati
  • Neuropati perifer
  • Neuropati viseral
  • Amiotropi
  • Ulkus Neurotropik
  • Penyakit ginjal
  • Penyakit pembuluh darah perifer
  • Penyakit koroner
  • Penyakit pembuluh darah otak
  • Hipertensi

6. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal  tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.

7.  Pathway

8.  Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.

Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :

a.Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75% Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin.

b.Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.

c. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.

d. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang  telah ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.

e. Pendidikan
  • Diet yang harus dikomsumsi
  • Latihan
  • Penggunaan insulin
9. Pemeriksaan Diagnostik
  • Glukosa darah sewaktu
  • Kadar glukosa darah puasa
  • Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
  • Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
  • Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
  • Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
10. Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
·      Komplikasi akut
a.         Diabetes ketoasidosis
       Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)
·      Komplikasi kronis:
a. Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.

b.Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.

c.Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.

d. Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.

e. Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal, mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit makrovaskular.

f.Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.

g.Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen atau hipoglikemik oral.

B.Konsep Asuhan Keperawatan
1.Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?

b. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.

c. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

d. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah

e. Integritas Ego
Stress, ansietas

f. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare

g. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.

h. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.

i. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)

j. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)

k.  Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2. Diagnosa Keperawatan

  • Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme protein, lemak.
  • Kekurangan volume cairan berhubungan dengan  osmotik diuresis ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.
  • Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
  • Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
  • Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
  • Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme protein, lemak.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi.
Dengan Kriteria Hasil :

  • Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
  • Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

Tindakan / intervensi
Rasional
Mandiri
1.Timbang berat badan sesuai indikasi.
Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.

2. Tentukan program diet, pola makan, dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan klien.
Mengidentifikasikan kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.

3. Auskultrasi bising usus, catat nyeri abdomen atau perut kembung, mual, muntah dan pertahankan keadaan puasa sesuai inndikasi.Hiperglikemi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit menurunkan motilitas atau fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik).

4. Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektrolit. Selanjutnya memberikan makanan yang lebih padat.Pemberian makanan melalui oral lebih baik diberikan pada klien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.
5.Identifikasi makanan yang disukai.Kerja sama dalam perencanaan makanan.

6.Libatkan keluarga dalam perencanaan makan.
Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien.

7.Observasi tanda hipoglikemia (perubahan tingkat kesadaran, kulit lembap atau dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing).Pada metabolism kaborhidrat (gula darah akan berkurang dan sementara tetap diberikan tetap diberikan insulin, maka terjadi hipoglikemia terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran.Kolaborasi

8.Lakukan pemeriksaan gula darah dengan finger stick.
Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat daripada memantau gula dalam urine.

9.Pantau pemeriksaan laboratorium (glukosa darah, aseton, pH, HCO3)
Gula darah menurun perlahan dengan penggunaan cairan dan terapi insulin terkontrol sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Saat ini, kadaar aseton menurun dan asidosis dapat dikoreksi.

10.Berikan pengobatan insulin secara teratur melalui iv
Insulin regular memiliki awitan cepat dan dengan cepat pula membantu memindahkan glukosa ke dalam sel. Pemberian melalui IV karena absorpsi dari jaringan subkutan sangat lambat.

11.Berikan larutan glukosa ( destroksa, setengah salin normal).
Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa gula darah sekitar 250 mg /dl. Dengan metabolism karbohidrat mendekati normal, perawatan diberikan untuk menghindari hipoglikemia.

12.Konsultasi dengan ahli gizi.
Bermanfaat dalam penghitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan  osmotik diuresis ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran mukosa kering.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Dengan kriteria Hasil :
§  Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Tindakan / Intervensi
Rasional
Mandiri
1. Kaji riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau intensitas dari gejala seperti muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan.Membantu memperkirakan kekurangan volume total. Adanya proses infeksi mengakibatkan demam dan keadaan hipermetabolik yang meningkatkan kehilangan air.

2. Pantau tanda – tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortostatik.
Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemi saat tekanan darah sistolik turun ≥ 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri.

3.Pantau pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang berbau keton.
Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. Napas bau aseton disebabkan pemecahan asam asetoasetat dan harus berkurang bila ketosis terkoreksi.

4. Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas, adanya periode apnea dan sianosi.Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan normal. Akan tetapi peningkatan kerja pernapasan, pernapasan dangkal dan cepat serta sianosis merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan atau kehilangan kemampuan melalui kompensasi pada asidosis.`

5. Pantau suhu, warna kulit, atau kelembapannya.
Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah hal umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit kemerahan, kering merupakan tanda dehidrasi.

6. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane mukosa.
Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.

7. Pantau masukan dan pengeluaran.
Memperkirakan kebutuhan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang diberikan.

8. Ukur berat badan setiap hari.
Memberikan hasil pengkajian terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.

9. Pertahankan pemberian cairan minimal 2500 ml/hari.
Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.

10. Tingkatkan lingkungan yang menimbulkan rasa nyaman. Selimuti klien dengan kain yang tipis.
Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien lebih lanjut dapat menimbulkan kehilangan cairan.

11.  Kaji adanya perubahan mental atau sensori.
Perubahan mental berhubungan dengan hiperglikemi atau hipoglikemi, elektrolit abnormal, asidosis, penurunan perfusi serebral, dan hipoksia. Penyebab yang tidak tertangani, gangguan kesadaran menjadi predisposisi aspirasi pada klien.

12.  Observasi mual, nyeri abdomen, muntah, dan distensi lambung.
Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung sehinnga sering menimbulkan muntah dan secara potensial menimbulkan kekurangan cairan dan elektrolit.

13.  Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan berat badan, nadi tidak teratur, dan distensi vaskuler.
Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan kelebihan cairan dan gagal jantung kronis.

Kolaborasi
14. Berikan terapi cairan sesuai indikasi:

11. Normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dekstrosa.

12. Albumin, plasma, atau dekstran.

Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon klien secara individual.

Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan jika mengancam jiwa atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah dilakukan.

15.  Pasang kateter urine.
Memberikan pengukuran yang tepat terhadap pengeluaran urine terutama jika neuropati otonom menimbulkan retensi atau inkontinensia.

c.  Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidakterjadi komplikasi.
Dengan Kriteria Hasil : - menunjukan peningkatan integritas kulit
·       Menghindari cidera kulit

Tindakan  / intervensi
Rasional
Mandiri
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna,turgor,vaskuler,perhatikan kemerahan.
Menandakan aliran sirkulasi buruk yang dapat menimbulkan infeksi

2. Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan pada tonjolan tulang
Menurunkan tekanan pada edema dan menurunkan iskemia

3. Pertahankan alas kering dan bebas lipatan
Menurunkan iritasi dermal

4. Beri perawatan kulit seperti penggunaan  lotion
Menghilangkan kekeringan pada kulit dan robekan pada kulit

5. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
Mencegah terjadinya infeksi

6. Anjurkan pasien untuk menjaga agar kuku tetap pendek
Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh karena garukan

7. Motivasi klien untuk makan makanan TKTP
Makanan TKTP dapat membantu penyembuhan jaringan kulit  yang rusak

d. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kelelahan dapat teratasi.
Kriteria hasil klien dapat:
·         Mengidentifikasikan pola keletihan setiap hari.
·         Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan aktivitas penyakit yang mempengaruhi toleransi aktivitas.
·         Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
·         Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.

Tindakan / intervensi
Rasional
Mandiri
1. Diskusikan kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun klien sangat lemah.

2. Diskusikan penyebab keletihan seperti nyeri sendi, penurunan efisiensi tidur, peningkatan upaya yang diperlukan untuk ADL.Dengan mengetahui penyebab keletihan, dapat menyusun jadwal aktivitas.

3. Bantu mengidentivikasi pola energi dan buat rentang keletihan. Skala 0-10 (0=tidak lelah, 10= sangat kelelahan)Mengidentifikasi waktu puncak energi dan kelelahan membantu dalam merencanakan akivitas untuk memaksimalkan konserfasi energi dan produktivitas.

4. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/ tanpa diganggu.
Mencegah kelelahan yang berlebih.

5. Pantau nadi , frekuensi nafas, serta tekanan darah sebelum dan seudah melakukan aktivitas.
Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.

6.Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan.
Memungkinkan kepercayaan diri/ harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.

7. Ajarkan untuk mengidentifikasi tanda dan gejala yang menunjukkan peningkatan aktivitas penyakit dan mengurangi aktivitas, seperti demam, penurunan berat badan, keletihan makin memburuk.
Membantu dalam mengantisipasi terjadinya keletihan yang berlebihan.

e. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Dengan Kriteria hasil :
·      Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
·      Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.

Rencana / intervensi
Rasional
Mandiri
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan sperti demam, kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, urine warna keruh atau berkabut.
Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.

2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.

3. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi meddia terbaik dalam pertumbuhan kuman.

4. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh, masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dan tetap kencang.Sirkulasi perifer bisa terganggu dan menempatkan pasien pada peningkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit.

5. Berikan tisue dan tempat sputum pada tempat yang mudah dijangkau untuk penampungan sputum atau secret yang lainnya.Mengurangi penyebaran infeksi.Kolaborasi

6. Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan indikasi.
Untuk mengidentifikasi adanya organisme sehingga dapat memilih atau memberikan terapi antibiotik yang terbaik.

7. Berikan obat antibiotik yang sesuai
Penanganan awal dapat mambantu mencegah timbulnya sepsis.

f. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi injuri
Dengan Kriteria hasil :
·   Dapat menunjukkan terjadinya perubahan perilaku untuk menurunkan factor risiko dan untuk melindungi diri dari cidera.
·   Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.

Rencana / Intervensi
Rasional
Mandiri
1. Hindarkan lantai yang licin.
Lantai licin dapat menyebabkan risiko jatuh pada pasien.
2. Gunakan bed yang rendah.
Mempermudah pasien untuk naik dan turun dari tempat tidur.
3. Orientasikan klien dengan ruangan.
Lansia daya ingatnya sudah menurun, sehingga diperlukan orientasi ruangan agar lansia bisa menyesuaikan diri terhadap ruangan.
4. Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
Lansia sudah mengalami penurunan dalam fisik, sehingga dalam melakukan aktivitas sehari diperlukan bantuan dari orang lainsesuai dengan yang dapat ditoleransi
5. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi
Keterbatasan aktivitas tergantung pada kondisi lansia.

Asuhan Keperawatan Gerontik Diabetes Melitus

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
Ikram, Ainal,  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.
Kushariyadi.2010.Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia.Jakarta : Salemba Medika
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.
Mary Baradero, Mary Wilfrid dan Yakobus Siswandi. 2009. Klien Gangguan Endokrin: Seri Asuhan Keperawatan.  Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Makalah penyakit jantung pada lansia

Penyakit jantung pada lansia


BAB I
PENDAHULUAN
Penuaan adalah sebuah proses yang pasti dialami semua orang,hal ini berarti perubahan pada fisiologi dan anatomi jantung juga akan terjadi pada semua orang. Dengan bertambahnya usia,wajar saja bila kondisi dan fungsi tubuh pun makin menurun. Usia lanjut adalah usia yang sangat rentan terhadap berbagai penyakit. Pada umumnya yang mendasari penyakit disaat lanjut usia adalah akibat dari sisa penyakit yang pernah diderita di usia muda, penyakit karena akibat kebiasaan dimasa lalu (seperti: merokok, minum alkohol dan sebagainya) dan juga penyakit tertentu yang mudah sekali menyerang saat usia lanjut.  

Tak heran bila pada usia lanjut,semakin banyak keluhan yang dilontarkan karena tubuh tak lagi mau bekerja sama dengan baik seperti kala muda dulu.Penyakit jantung pada lansia mempunyai penyebab yang multifaktorial yang saling tumpang tindih.Untuk itu kita harus terlebih dahulu memahami mengenai konsep faktor risiko dan penyakit degeneratif. 

Faktor risiko adalah suatu kebiasaan,kelainan dan faktor lain yang bila ditemukan/dimiliki seseorang akan menyebabkan orang tersebut secara bermakna lebih berpeluang menderita penyakit degeneratif tertentu.Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit yang mempunyai penyebab dan selalu berhubungan dengan satu faktor risiko atau lebih,di mana faktor-faktor risiko tersebut bekerja sama menimbulkan penyakit degeneratif itu.  Penyakit degeneratif itu sendiri dapat menjadi faktor resiko untuk penyakit degeneratif lain. Misalnya: penyakit jantung dan hipertensi merupakan faktor resiko stroke.Inilah yang menyebabkan pembahasan mengenai penyakit jantung pada lansia dapat berkembang sangat luas,yaitu karena adanya keterkaitan yang sangat erat antara penyakit yang satu dengan penyakit yang lain. Berdasarkan data yang didapat dari penelitian di USA pada tahun 2001,penyakit jantung yang sering ditemukan adalah Penyakit Jantung Koroner 13%,Infark Miokard Akut  8%, Kelainan Katup 4%,Gagal Jantung 2%,Penyakit Jantung Hipertensif dan Hipertensi 1%.

B. Rumusan Masalah

1. Apa defenisi penyakit jantung pada usia lanjut ?
2. Apa perubahan anatomis yang terjadi pada jantung di usia lanjut ?
3. Apa perubahan fisiologis yang terjadi pada jantung di usia lanjut ?
4. Apa perubahan patologi anatomis yang terjadi pada jantung di usia lanjut ?
5. Bagaimana tanda dan gejala penyakit jantung di usia lanjut ?
6. Berapa jenis penyakit jantung pada usia lanjut ?

C. Tujuan 

1. Untuk mengetahui defenisi penyakit jantung pada usia lanjut
2. Untuk mengetahui perubahan anatomis yang terjadi pada jantung di usia lanjut 
3. Untuk mengetahui perubahan fisiologis yang terjadi pada jantung di usia lanjut 
4. Untuk mengetahui perubahan patologi anatomis yang terjadi pada jantung di usia lanjut
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit jantung di usia lanjut 
6. Untuk mengetahui jenis penyakit jantung pada usia lanjut 

D. Manfaat 
Sebagai sumber ilmu dalam menerapkan asuhan keperawatan penyakit jantung pada lansia.

BAB II 
PEMBAHASAN
A. Konsep Medis

1. Defenisi
Merupakan penyebab kematian terbesar pada usia 65 tahun ke atas di seluruh dunia. Pada lansia penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang banyak ditemui, malah mungkin yang terbanyak diderita.

2. Perubahan Anatomis 
Penebalan dinding ventrikel kiri jantung kerap terjadi,meski tekanan darah relatif normal. Begitupun fibrosis dan kalsifikasi katup jantung terutama pada anulus mitral dan katup aorta. Selain itu terdapat pengurangan jumlah sel pada nodus sinoatrial (SA Node) yang menyebabkan hantaran listrik jantung mengalami gangguan. Hanya sekitar 10% sel yang tersisa ketika manusia berusia 75 tahun ketimbang jumlahnya pada usia 20 tahun lalu. Bisa dibayangkan,bagaimana terganggunya kerja jantung,apalagi jika disertai penyakit jantung lain,seperti penyakit jantung koroner. Sementara itu,pada pembuluh darah terjadi kekakuan arteri sentral dan perifer akibat proliferasi kolagen,hipertrofi otot polos,kalsifikasi,serta kehilangan jaringan elastik. Meski seringkali terdapat aterosklerosis pada manula,secara normal pembuluh darah akan mengalami penurunan debit aliran akibat peningkatan situs deposisi lipid pada endotel. Lebih jauh,terdapat pula perubahan arteri koroner difus yang  pada awalnya terjadi di arteri koroner kiri ketika muda,kemudian berlanjut pada arteri koroner kanan dan posterior di atas usia 60 tahun.

3. Perubahan Fisiologis
Perubahan fisiologis yang paling umum terjadi seiring bertambahnya usia adalah perubahan  pada fungsi sistol ventrikel. Sebagai pemompa utama aliran darah sistemik manusia,perubahan sistol ventrikel akan sangat mempengaruhi keadaan umum pasien. Parameter utama yang terlihat ialah detak jantung,preload dan afterload,performa otot jantung,serta regulasi neurohormonal kardiovaskular.Oleh karenanya,orang-orang tua menjadi mudah deg-degan. Akibat terlalu sensitif terhadap respon tersebut,isi sekuncup menjadi bertambah menurut kurva Frank-Starling.Efeknya,volume akhir diastolik menjadi bertambah dan menyebabkan kerja jantung yang terlalu berat dan lemah jantung. Awalnya,efek ini diduga terjadi akibat efek blokade reseptor β-adrenergik,namun setelah diberi β-agonis ternyata tidak memberikan perbaikan efek.
Di lain sisi, terjadi perubahan kerja diastolik terutama pada pengisian awal diastol lantaran otot-otot jantung sudah mengalami penurunan kerja. Secara otomatis,akibat kurangnya kerja otot atrium untuk melakukan pengisian diastolik awal,akan terjadi pula fibrilasi atrium,sebagaimana sangat sering dikeluhkan para lansia. Masih berhubungan dengan diastol,akibat ketidakmampuan kontraksi atrium secara optimal,akan terjadi penurunan komplians ventrikel ketika menerima darah yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan diastolik ventrikel ketika istirahat dan exercise. Hasilnya, akan terjadi edema paru dan kongesti sistemik vena yang sering menjadi gejala klinis utama pasien lansia. Secara umum,yang sering terjadi dan memberikan efek nyata secara klinis ialah gangguan fungsi diastol.Pemeriksaan EKG perlu dilakukan untuk melihat adanya penyakit jantung koroner,gangguan konduksi dan irama jantung,serta hipertrofi bagian-bagian jantung. Beberapa macam aritmia yang sering ditemui pada lansia berupa ventricular extrasystole (VES), supraventricular extrasystole (SVES),atrial flutter/fibrilation,bradycardia sinus,sinus block,A-V junctional. Gambaran EKG pada lansia yang tidak memiliki kelainan jantung biasanya hanya akan menunjukkan perubahan segmen ST dan T yang tidak khas. Untuk menegakkan diagnosis,perlu dilakukan ekokardiografi sebagaimana prosedur standar bagi para penderita penyakit jantung lainnya.

4. Perubahan Patologi Anatomis
Perubahan-perubahan patologi anatomis pada jantung degeneratif umumnya berupa degeneratif dan atrofi. Perubahan ini dapat mengenai semua lapisan jantung terutama endokard,miokard,dan pembuluh darah. Umumnya perubahan patologi anatomis merupakan perubahan mendasar yang menyebabkan perubahan makroskopis,meskipun tidak berhubungan langsung dengan fisiologis.
Seperti halnya di organ-organ lain,akan terjadi akumulasi pigmen lipofuksin di dalam sel-sel otot jantung sehingga otot berwarna coklat dan disebut brown atrophy. Begitu juga terjadi degenerasi amiloid alias amiloidosis,biasa disebut senile cardiac amiloidosis. Perubahan demikian yang cukup luas dan akan dapat mengganggu faal pompa jantung.Terdapat pula kalsifikasi pada tempat-tempat tertentu,terutama mengenai lapisan dalam jantung dan aorta. Kalsifikasi ini secara umum mengakibatkan gangguan aliran darah sentral dan perifer. Ditambah lagi dengan adanya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah besar dan degenerasi mukoid terutama mengenai daun katup jantung,menyebabkan seringnya terjadi kelainan aliran jantung dan pembuluh darah.Akibat perubahan anatomis pada otot-otot dan katup-katup jantung menyebabkan pertambahan sel-sel jaringan ikat (fibrosis) menggantikan sel yang mengalami degenerasi, terutama mengenai lapisan endokard termasuk daun katup. Tidak heran,akibat berbagai perubahan-perubahan mikroskopis seperti tersebut di atas,keseluruhan kerja jantung menjadi rusak.

5. Tanda dan Gejala Penyakit Jantung pada Lanjut Usia
Nyeri pada daerah prekordial dan sesak napas seringkali dirasakan pada penderita penyakit jantung di usia lanjut. Rasa cepat lelah yang berlebihan seringkali ditemukan sebagai dampak dari sesak napas yang biasanya terjadi di tengah malam. Gejala lainnya adalah kebingungan,muntah-muntah dan nyeri pada perut karena pengaruh dari bendungan hepar atau keluhan insomnia.Bising sistolik banyak dijumpai pada penderita lanjut usia,sekitar 60% dari jumlah penderita. Dalam penemuan lain juga dilaporkan bahwa bising sistolik tanpa keluhan ditemukan pada 26% penderita yang berusia 65 tahun keatas.Pada jantung dapat dijumpai kekakuan pada arteria koroner,cincin katup mitral,katup aorta,miokardium dan perikardium. Kelainan-kelainan tersebut selalu merupakan keadaan yang abnormal.

6. Jenis Penyakit Jantung pada Lanjut Usia

a. Penyakit Jantung Koroner Dan Infark Miokard 
Akibat yang besar dari penyakit jantung koroner adalah kehilangan oksigen dan makanan ke jantung karena aliran darah ke jantung melalui arteri koroner berkurang. PJK adalah manifestasi umum dari keadaaan pembuluh darah yang mengalami pengerasan dan penebalan dinding,disebut juga aterosklerosis.  Tapi selain itu stenosis aorta,kardiomiopati hipertrofi dan kelainan arteri koronaria kongenital juga dapat menyebabkan PJK.Faktor risiko PJK antaralain hipertensi sistolik,dislipidemia,intoleransi glukosa dan fibrinogen,obesitas dan kurang bergerak.

b. Gagal Jantung
Gagal jantung adalah merupakan suatu sindrom, bukan diagnosa penyakit.  Sindrom gagal jantung kongestif (Chronic Heart Failure/ CHF) juga mempunyai prevalensi yang cukup tinggi pada lansia dengan prognosis yang buruk.  Prevalensi CHF adalah tergantung umur atau age-dependent. Menurut penelitian,gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun,tapi menanjak tajam pada usia 75 – 84 tahun.CHF terjadi ketika jantung tidak lagi kuat untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Penyebab yang sering adalah menurunnya kontraktilitas miokard akibat Penyakit Jantung Koroner, Kardiomiopati, beban kerja jantung yang meningkat seperti pada penyakit stenosis aorta atau hipertensi, Kelainan katup seperti regurfitasi mitral.Selain itu ada pula faktor presipitasi lain yang dapat memicu terjadinya gagal jantung,yaitu kelebihan Na dalam makanan,kelebihan intake cairan,tidak patuh minum obat,aritmia, flutter,aritmia,obat-obatan,sepsis,hiper/hipotiroid,anemia,gagal ginjal,defisiensi vitamin B,emboli paru.

c. Kelainan Katup
Bising sistolik dapat ditemukan pada sekitar 60% lansia, dan ini jarang sekali diakibatkan oleh kelainan katup yang parah.  Pada katup aorta, stenosis akibat kalsifikasi lebih sering ditemukan daripada regurgitasi aorta. Tapi pada katup mitral, regurgitasi sangat sering dijumpai dan lebih banyak terdapat pada wanita daripada pria.Pada lansia sering terdapat bising sistolik yang tidak mempunyai arti klinis yang berarti. Tapi harus hati-hati membedakan fisiologis dengan yang patologis.  Bising patologis menandakan adanya kelainan katup yang berat, yang bila tidak ditangani dengan benar akan mengakibatkan hipertrofi ventrikel dan pada akhirnya berakhir dengan gagal jantung. Stenosis katup aorta etiologinya adalah akibat kalsifikasi/degeneratif. Stenosis aorta akan berakibat pada pembesaran ventrikel kiri. Dapat terjadi tanpa disertai gejala selama beberapa tahun. Tapi pada akhirnya kondisi ini akan berakhir dengan kerusakan ventrikel permanen yang akhirnya mengakibatkan komplikasi-komplikasi seperti pulmonary vascular congestion (dengan sesak nafas), aritmia ventrikel dan heart block.Sedangkan kelainan pada katup mitral juga dapat mengakibatkan terjadinya Atrial fibrillation dan gagal jantung.
d. Hipertensi Dan Penyakit Jantung Hipertensif 
Semakin tua,tekanan darah akan bertambah tinggi.  Prevalensi hipertensi pada orang-orang lanjut usia adalah sebesar 30-65%.Hipertensi pada lansia sangat penting untuk diketahui karena patogenesis, perjalanan penyakit dan penatalaksanaannya tidak seluruhnya sama dengan hipertensi pada usia dewasa muda.  Pada pasien lansia, aspek diagnostik yang dilakukan harus lebih mengarah kepada hipertensi dan komplikasinya serta terhadap pengenalan berbagai penyakit komorbid pada orang itu karena penyakit komorbid sangat erat kaitannya dengan penatalaksanaan keseluruhan.Seperti penyakit degeneratif pada lanjut usia lainnya,hipertensi sering tidak memberikan gejala apapun atau gejala yang timbul tersamar (insidious) atau tersembunyi (occult).Peningkatan tekanan darah sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi yang esensial, sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah secara akurat.

7. Pencegahan Penyakit Jantung pada Lanjut Usia 
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk menghindari atau menunda munculnya penyakit atau gangguan kesehatan. Pencegahan primer penyakit jantung yang dapat dilakukan antara lain :
1) Stop merokok
2) Turunkan kolesterol
3) Obati tekanan darah tinggi
4) Latihan jasmani
5) Pelihara berat badan ideal
6) Konsumsi aspirin dosis rendah untuk pencegahan
7) Kelola dan kurangi stres.

b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk deteksi dini adanya penyakit atau gangguan kesehatan agar dapat dilakukan tatalaksana sedini mungkin pula. Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan :
1) Pemeriksaan kolesterol tiap 3-5 tahun.
2) Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)
3) Pemeriksaan tekanan darah setiap 3 tahun sebelum usia 40 tahun dan setiap tahun setelah berusia 40 tahun.

c. Pencegahan Tersier
Pengelolaan penyakit atau gangguan kesehatan secara seksama harus dilakukan. Diperlukan kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan dan pasien serta keluarganya agar penyakit atau gangguan kesehatan yang diderita pasien dapat terkelola dan terkendali dengan baik. Untuk itu amat dibutuhkan kepatuhan pasien dalam mengontrol penyakit-penyakit yang diderita agar tidak timbul komplikasi atau penyulit. 
Pada umumnya berbagai penyakit kronik degeneratif memerlukan kedisiplinan dan ketekunan dalam diet atau latihan jasmani, demikian pula di dalam pengobatan yang umumnya membutuhkan waktu bertahun-tahun bahkan bisa seumur hidup.

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian 
a. Riwayat keperawatan dan kesehatan

1) Riwayat kesehatan 
Riwayat kesehatan digunakan untuk mengumpulkan data tentang kebiasaan-kebiasaan pasien yang mencerminkan refleksi perubahan  dan sirkulasi oksigen. Perawat harus dapat mengidentifikasi nyeri pada pasien. Perawat juga harus menentukan integrasi neurovascular dan mengetahui dengan pasti jika klien mengalami panas,mati rasa atau perasaan geli. Perawat perlu mengkaji status pernapasan klien. Perawat perlu juga mengetahui tentang diet pasien karena erat kaitannya dengan status kardiovascular pasien.

2) Riwayat perkembangan 
Struktur sistem cardiovascular berubah sesuai usia individu. Perawat harus memahami efek perkembangan fisik pada denyut jantung,produksi zat tertentu dalam darah dan tekanan darah, untuk menginterpretasikan parameter tersebut dikaitkan dengan usia pasien.

3) Riwayat sosial
Perawat dapat mengumpulkan tentang cara hidup pasien,latar belakang pendidikan,sumber-sumber ekonomi,agama dan etnik pada pasien kardiovascular.

4) Riwayat psikologis
Perawat mengidentifikasi stress maupun sumber-sumber coping.

b. Pengkajian fisik
Pengkajian fisik sistem kardiovaskuler meliputi pemeriksaan jantung dan pembuluh darah melalui keterampilan inspeksi,palpasi,perkusi dan auskultasi.

2. Diagnosa dan Intervensi
Diagnosis keperawatan : Intoleransi Aktivitas
Berhubungan dengan : Tirah baring atau immobilisasi.

  Kelemahan umum.
 Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Ditandai dengan : Mengungkapkan dengan verbal tentang keletihan atau kelemahan.
Frekuensi nadi dan tekanan darah abnormal sebagai respon terhadap aktivitas.
Rasa tidak nyaman saat beraktivitas atau dispneu
Perubahan EKG mencerminkan iskemia dan aritmia
Kriterria hasil : Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan atau diperlukan.
Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Menunjukan penurunan dalam tanda toleransi fisiologi.
Menggunakan dukungan sosial untuk mempertahankan pola hidup yang
diinginkan.

Mengintegrasikan latihan yang diharuskan ke dalam ADL.
Tindakan keperawatan : 
Tindakan/Intervensi Rasional 
Mandiri Mandiri

1 Bantu klien mengidentifikasi faktor yang meningkatkan atau menurunkan toleransi aktifitas. Pengkajian akurat terhadap faktor yang meningkatkan atau menurunkan toleransi aktivitas memberikan dasar untuk membuat rencana perawatan.

2 Kembangkan aktivitas klien dalam program latihan. Program latihan fisik mempunyai efek menguntungkan pada kerja jantung.

3 Ajarkan klien menggunakan daftar latihan untuk mencatat aktivitas latihan dan responnya (seperti nadi,bernapas dangkal,cemas). Membuat daftar harian dapat meningkatkan kemampuan.

4 Kaji respon fisiologi terhadap aktivitas, observasi frekuensi nadi >20 X/i di atas frekuensi istirahat. Peningkatan tekanan darah selama/sesudah aktivitas(sistol meningkat 40 mmHg atau diastolik meningkat 20 mmHg),dispneu/nyeri dada, keletihan,kelemahan berlebihan,pusing atau pingsan. Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologi terhadap stress aktivitas,dan bila ada merupakan indicator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.

5 Ajarkan tentang rasa takut/cemas berhubungan dengan intoleransi aktivitas. Rasa takut/cemas dapat meningkatkan intoleransi aktivitas.

6 Ajarkan strategi koping kognitif (seperti pembandingan,relaksasi,pengendalian bernapas). Respon emosional terhadap intoleransi aktivitas dapat ditangani dengan menggunakan strategi koping kognitif.

7 Ajarkan keluarga untuk membantu klien melakukan aktivitas. Dukungan sosial meningkatkan pelaksanaan aktivitas.

8 Kolaborasi dengan klien/keluarga untuk menetapkan rencana ADL yang konsisten dengan pola hidup. Mencapai dan mempertahankan pola hidup produktif sesuai kemampuan jantung dalam berespon terhadap peningkatan aktivitas dan stress.

9 Berikan dukungan melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap. Berikan bantuan sesuai kebutuhan. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Membantu sebatas kebutuhan mendorong kemandirian dalam beraktifitas.

10 Beri semangat klien untuk mencari bantuan dalam mempertahankan aktivitas. Dukungan sosial meningkatkan penyembuhan dan mempertahankan pola hidup yang diharapkan. 

Diagnosis keperawatan : Kurang pengetahuan mengenai kondisi,rencana pengobatan.
Berhubungan dengan :
Kurang pengetahuan/daya ingat
Keterbatasan kognitif.
Menyangkal diagnosis.

Ditandai dengan :
Menyatakan masalah
Meminta informasi
Perilaku tidak tepat,misal bermusuhan,agitasi,apatis.
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan.
Mempertahankan tekanan darah.

Tindakan keperawatan :
Tindakan/Intervensi Rasional 
Mandiri Mandiri 
1. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar, termasuk keluarga. Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosis mempengaruhi minat untuk mempelajari penyakit,prognosis.
2. Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor risiko kardiovaskular yang dapat diubah, misal obesitas,diet tinggi lemak jenuh dan kolesterol,merokok,minum alkohol serta pola hidup penuh stres. Faktor risiko menunjukan hubungan dalam menunjang penyakit kardiovaskular.
3. Atasi masalah bersama klien dengan mengidentifikasi cara gaya hidup yang tepat dapat dibuat untuk mengurangi factor risiko kardiovaskular. Faktor risiko meningkatkan proses penyakit. Dengan mengubah perilaku,dukungan,petunjuk dan empati dapat meningkatkan keberhasilan klien.
4. Bahas pentingnya menghentikan menghentikan merokok dan bantu klien dalam membuat rencana berhenti merokok. Nikotin meningkatkan pelepasan katekolamin; mengakibatkan peningkatan frekuensi jantung, tekanan darah dan vasokonstriksi; mengurangi oksigen jaringan; serta meningkatkan beban kerja miokardium.
5. Beri penguatan pentingnya kerja sama dalam regimen pengobatan Kerja sama meningkatkan keberhasilan terapi.
6. Jelaskan tentang obat (rasional,dosis dan efek samping). Informasi adekuat dan pemahaman tentang obat meningkatkan kerja sama pengobatan.
7. Hindari minuman yang mengandung kafein Kafein adalah stimulant jantung dan merugikan fungsi jantung.

Diagnosis : Nyeri berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen pada jaringan 
Intervensi : 
1. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
2. Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).
3. Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.
4. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman.
5. Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
6. Kolaborasi dalam: Pemberian oksigen dan obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesik)
7. Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan 

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit jantung pada lansia mempunyai penyebab yang multifaktorial yang saling tumpang tindih. 
Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit yang mempunyai penyebab dan selalu berhubungan dengan satu faktor resiko atau lebih, di mana faktor-faktor resiko tersebut bekerja sama menimbulkan penyakit degeneratif itu.PJK merupakan penyakit yang paling sering ditemukan pada lansia.Penyakit jantung koroner (PJK) bertanggung jawab untuk morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada pasien usia lanjut (yaitu, 65 tahun dan lebih tua).Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala),ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktifitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.Merokok tembakau memiliki efek merusak pada sistem kardiovaskular, mewujudkan  peningkatan kejadian infark miokard (MI),stroke dan kematian.

B. SARAN
Mengingat betapa pentingnya kesehatan bagi lansia,maka disarankan agar para tenaga kesehatan memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuaikepada lansia agar angka harapan hidup lansiameningkat.


Makalah penyakit jantung pada lansia

DAFTAR PUSTAKA
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=150
http://majalahkasih.pantiwilasa.com/index.php?option=com_content&task=view&id=62&Itemid=74
http://www.smallcrab.com/jantung/455-penyakit-jantung-yang-sering-terdapat-pada-lansia 
Kushariyadi,2010.Asuhan Keperawatan Klien Lanjut Usia.Jakarta : Salemba Medika
Pusat pendidikan tenaga kesehatan departemen kesehatan,1993.Proses Keperawatan Pada
Pasien Dengan Gangguan sIstem Kardiovaskuler.Jakarta: EGC